Ber-Agama Dengan Akal Sehat

Unknown | 04.51 | 0 komentar

Sebuah pepatah Arab yang diyakini sebagai hadis Nabi mengatakan bahwa “agama adalah akal” (al-dinu huwa al-aql). Pepatah ini sering dikutip ulama dan sarjana Muslim untuk menegaskan bahwa beragama membutuhkan akal agar manusia tidak terjatuh ke dalam taklid buta yang bisa menyesatkan mereka. Saya senang dengan pepatah ini, bukan hanya karena ia menunjukkan aspek rasionalitas dari Islam, tapi juga karena pepatah itu, jika ditarik lebih jauh lagi, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan temuan para saintis tentang hubungan agama dan akal.

Agama bukan hanya akal, tapi merupakan produk akal manusia. Tanpa akal tak ada agama. Hanya makhluk hidup yang berakal yang beragama. Yang tak berakal tidak menciptakan agama dan tak pernah peduli dengan agama. Yang membedakan manusia dari hewan-hewan lainnya adalah akal yang dimilikinya. Akal adalah lambang kemajuan dalam proses evolusi makhluk-hidup yang panjang.

Akal adalah bentuk non-fisik dari otak. Ia bisa diumpamakan sebagai piranti lunak (software) yang berjalan di atas otak yang merupakan piranti keras (hardware) pada sebuah komputer. Seluruh hewan bertulang belakang (vertebrata) memiliki otak dan sebagian besar hewan tak-bertulang belakang (invertibrata) juga memiliki otak. Ukuran otak manusia lebih besar dibanding rata-rata ukuran otak hewan lainnya. Akal manusia juga merupakan yang tercanggih dibandingkan akal hewan-hewan lainnya.

Jika menggunakan analogi komputer, manusia memiliki prosesor (otak) terbaru dengan sistem operasi (akal) tercanggih, sementara hewan-hewan lain memiliki prosesor dan sistem operasi yang jauh tertinggal. Prosesor dan sistem operasi yang canggih dapat menciptakan banyak hal, seperti memroses kata, mendesain, merekam suara, memutar lagu, dan mengedit film. Sementara prosesor dan sistem operasi yang tertinggal hanya bisa melakukan kerja-kerja terbatas. Semakin tertinggal sebuah komputer semakin terbatas ia melakukan fungsinya, semakin canggih sebuah komputer semakin banyak kemungkinan yang bisa dilakukan.

Tentu saja, otak manusia jauh lebih kompleks dari komputer. Tapi analogi di atas setidaknya bisa membantu kita memahami perbandingan antara apa yang telah dilakukan manusia dengan otaknya dan apa yang telah dicapai hewan-hewan lain. Kita sering melihat dua buah komputer yang tampilan luarnya sangat mirip namun berbeda dalam kemampuan kerja yang dilakukannya. Komputer dengan “otak” yang lebih maju selalu memiliki kualitas dan kapasitas yang lebih baik.

Begitu juga manusia dibandingkan hewan-hewan lainnya. Yang membedakan mereka bukan bentuk fisiknya, tapi otaknya. Secara fisik, manusia dan kera (orangutan, gorila, dan simpanse) tak banyak memiliki perbedaan. Semua anggota tubuh yang dimiliki manusia juga dimiliki kera, dari kepala, tangan, kaki, jumlah jemari, bahkan bagian-bagian internal dalam tubuh mereka, seperti jantung, hati, empedu, dan ginjal. Bahkan, DNA, bagian paling penting yang membentuk tubuh manusia, tak banyak berbeda dari kera. Menurut penelitian terbaru, kedekatan DNA manusia dengan orangutan sekitar 96%, dengan gorila 97% dan dengan simpanse 99%. Dengan semua kemiripan ini, pencapaian manusia jauh melampaui semua hewan jenis kera itu. Mengapa?

Jawabannya adalah otak. Otak juga yang membedakan kera dari hewan-hewan lain. Para ilmuwan sepakat bahwa kera memiliki inteligensia di atas rata-rata hewan lainnya. Kera adalah satu-satunya jenis primata, selain manusia, yang memiliki kesadaran diri dan bisa menggunakan alat sederhana, seperti batu dan kayu. Otak kera memiliki ukuran yang lebih besar dari rata-rata hewan lain dan memiliki jaringan neuron yang sangat kompleks. Hanya otak manusia yang bisa menandingi otak kera, baik dalam hal volume maupun kerumitan jaringan.

Agama, seperti juga budaya dan produk-produk lainnya, adalah hasil kerja otak. Otaklah yang menciptakan bangunan, rumah, kuil, dan candi. Otak juga yang menciptakan konsep-konsep abstrak seperti kecantikan, keindahan, kekuasaan, kekuatan, kemurkaan, dan sebagainya. Konsep-konsep dalam agama, seperti tuhan, dewa, malaikat, setan, dan sejenisnya, tidak datang begitu saja. Ia lahir dari otak yang sudah berkembang, maju, dan memiliki kosakata yang cukup untuk mengungkapkannya.

Otak manusia juga yang mengembangkan agama dari bentuknya yang “primitif” hingga menjadi agama-agama modern yang sistematis seperti sekarang. Tentu saja, ada sebagian ritual primitif yang hilang, tapi ada sebagian lain yang dipertahankan. Selama otak manusia masih bisa menerima ritual-ritual itu (seberapapun absurd-nya), dia akan terus hidup, tapi jika otak manusia tak bisa lagi menerimanya, ritual-ritual itu akan lenyap. Misalnya, penyembelihan anak gadis untuk dipersembahkan kepada Tuhan (dewa) pernah menjadi ritual suatu agama, tapi ketika otak manusia tak lagi bisa menerimanya, ritual itu ditinggalkan.

Pada akhirnya, seperti kata pepatah Arab yang di atas: agama adalah akal. Tidak ada agama bagi yang tak berakal. Akal adalah pembimbing manusia yang paling alamiah. Tanpa akal, agama tak punya makna.


Bedanya Taat Beragama Dan Memahami Agama

Unknown | 18.34 | 0 komentar
Secara sederhana taat biasanya dikonotasikan sebagai rajin melaksanakan ritual keagamaan. Misalnya seorang muslim rajin melakukan sholat, berdoa, puasa, zakat dan seterusnya. Begitu juga dengan rajin membaca Alquran. Dan hal-hal yang besifat seremonial keagamaan lainnya dalam agama Islam.

Semua itu merupakan tindakan lahiriyah. Dan untuk bisa menjadi taat ini dibutuhkan kemauan dan tekad untuk tidak pernah alfa dalam melakukannya. Dan bisanya taat ini dilatihkan oleh lingkungan kegamaan seseorang, misalnya oleh orang tua, guru agama dan sejenisnya. Soal apakah tindakan itu disertai dengan sikap dan penghayatan bathin sudah diluar konteks konotasi taat. Karena sikap bathin seseorang tidak ada yang tahu. Dan tidak ada alat ukur yang bisa menjamahnya.

Sedangkan memahami lebih berkonotasi pada pengetahuan. Pada penalaran. Pada wawasan seseorang terhadap agama Islam. Atau dalam istilah lain, memahami lebih berkonotsi pada sisi intelektualitas seseorang. Yang dibutuhkan disini adalah sisi pengetahuan dan penalaran. Bukan lagi dalam bentuk tindakan melakukan ritual keagamaan. Karena yang dibutuhkan adalah kapasitas intelektual, maka untuk memahami Islam tidak harus seseorang memeluk atau meyakini Islam agar dia bisa memahami Islam. Itu sebabnya bisa terjadi seorang Islamis atau Orientalis bisa lebih memahami Islam dari pada umat Islam sendiri.

Sebutlah misalnya tentang sejarah Islam.
Seorang yang begitu rajin melaksanakan sholat dan puasa, bisa jadi sangat awam dengan sejarah di seputar Alquran. Akan tetapi seorang yang jarang sholat, bahkan non muslim sekalipun, bisa menjadi seorang sejarawan Alquran. Karena yang dibutuhkan untuk menjadi ahli sejarah Alquran bukan sholat atau puasa. Tetapi adalah menguasai literatur dan perangkat metodologis untuk melakukan penelitian sejarah. Begitu juga dalam bidang-bidang keislaman lainnya seperti pada Filsafat, Ilmu Kalam, Tasauf, Fiqh dan sebagainya.

Itu sebabnya seorang yang taat beragama bukan identik bahwa dia sekaligus juga memiliki pemahaman akan agama Islam. Begitu juga sebaliknya, seorang yang begitu paham dan sangat berawawasan terhadap Islam, belum tentu juga taat dalam melaksanakan ritual keagamaan. Walaupun juga ada yang memiliki keduanya. Dengan kata lain, keduanya memiliki pendekatan yang berbeda. Taat mesti didekati dengan tindakan fisik. Sedangkan memahami lebih merupakan aktifitas intelektual.




Merawat Tuhan Dengan Dongeng

Unknown | 23.21 | 0 komentar
Riwayat pembuktian keberadaan Tuhan berlalu sangat melelahkan dari masa-masa. Bermacam bentuk rasionalisasi dinyatakan untuk membuktikan perntanyaan tentang keberadaan Tuhan. Lalu apakah Tuhan sudah terbukti keberadaanya ? Berbagai cerita, dongeng dan analogi jawaban menarik dikemukakan. Ada analogi tukang jam, analogi tukang cukur, analogi rakit, analogi angin topan yang bertiup di rongsokan besi tua yang akhirnya membentuk pesawat terbang dll.
Intinya adalah mencoba menjelaskan bahwa  segala sesuatu tidak terjadi dengan sendirinya, pasti ada yang membuatnya yaitu Tuhan.

Berikut ini adalah kisah-kisah analogi yang menjadi dongeng sebagai pembuktian keberadaan Tuhan, yang saya tulis kembali dari pembaca blog Belajar Saraf ini :

Tukang Cukur Dan Pelanggannya.
Tukang Cukur   : "Mas, sampeyan percaya nggak Tuhan itu ada"?
Pelanggan        : "Saya percaya Tuhan ada"
Tukang Cukur : "Kalau memang Tuhan ada kenapa Dia tidak mampu menyelesaikan itu lumpur lapindo, padahal sudah ribuan orang berdoa agar itu lumpur masuk lagi ke bumi. Dan menyelesaikan seabreg lagi masalah di negara kita".
Pelanggan        : "Itu adalah ujian dari Tuhan untuk manusia".
Tukang Cukur  : "sampeyan salah mas, itu adalah berarti Tuhan itu tidk nyata alias tidak ada".
Pelanggan terdiam. Beberapa menit kemudian lewat orang dekil dgn rambut panjang kusut sedada dan baju-celana compang-camping.
Pelanggan       : "Bang, tukang cukur ada banyak ya di negara kita"?
Tukang Cukur : "Sampeyan ngomong apa, ya jelas banyak toh, di sini saja pesaing saya ada puluhan, ini baru se RW sini".
Pelanggan      : "hehe...Abang enggak lihat itu orang compang-camping kok di biarin tidak diurus rambutnya? kenapa puluhan tukang cukur di sini tdk mampu selesaikann rambut itu orang, kasihan kan Bang? berarti tukang cukur tidak nyata donk" !
Tukang Cukur  : "lha...salah dia sndiri toh enggak nyamper ke sini".
Pelanggan      : "Insya Alloh sperti itu juga bang, Tuhan itu nyata. Kalau masih ada seabreg kasus menimpa manusia, jangan salahin Tuhan, manusianya yang tidak mendekat ke Tuhan".

Anak Tikus Dan Jebakan
Ada cerita si anak tikus bandel dia tidak peduli akan nasehat ibunya agar tidak masuk ke dalam sentreg (penjebak tikus). Tikus Kecil : bilang "mama, itu ada daging segar di situ, saya lapar". Mama : jangan nak, itu jebakan manusia. itu sentreg ada tutupnya, nanti kamu masuk, dagingnya ke goyang sedikit, kamu terjebak, maka akan muncul manusia membawa api dan pecut, kamu akan di siksa manusia pake api, di rebus di air panas, di tusuk-tusuk". Tikus Kecil : "mana mama? tidak ada manusia, ah mama bohong". Mama : "jangan nak, pasti nanti ada manusia". Tikus kecil itu masuk ke dalam sentreg dan persis terjadilah kenyataan apa yang di ceritakan mama-nya. Begitu juga dengan Tuhan. Dia itu ada namun manusia tidak mampu untuk melihatnya.

Ikan dan Pancing
Juga ada si ikan kecil nakal yang hendak memakan umpan cacing pada sebuah kali. Namun dia tidak mendengar kata-kata ibunya. Ibu : "jangan nak, jangan kau makan cacing itu, itu ada talinya tersambung ke darat, nanti kalau kamu makan itu cacing, kamu akan ditangkap manusia di darat, dia akan menusuk-nusuk kamu, memanggang kamu dan memakan kamu. Ikan Kecil : "ah, enggak ada kok ma". Ikan kecil bandel itu pun tetap memakan cacing itu. Dan dijumpai-lah manusia dengan pisau, bumbu dapur, arang bakar dan sambal. Dan dia pun mati terpanggang. Tuhan juga tidak bisa terlihat oleh manusia biasa. Dia ada dan hanya manusia tertentu saja yang mampu mengetahui keberadaanya.

Dan banyak lagi cerita-cerita lain yang bisa anda cari sendiri dalam situs atau buku-buku disekitar anda

Lalu apakah dengan semua cerita analogi tersebut membuktikan bahwa Tuhan benar-benar nyata ? Setelah anda membaca dan mendengar analogi tersebut, Tuhan bisa nampak didepan mata anda, anda bisa merabanya, anda bisa mendengar suaranya, anda bisa mecium aromanya ? Tidak sama sekali.

Cerita tersebut menjelaskan bahwa manusia memang tidak dapat menemukan rasionalisasi keberadaan Tuhan. Sehingga dibuatlah analogi-analogi tersebut yang diciptakan untuk menghibur nalarnya. Cerita-cerita tersebut terus-menerus diproduksi dan dirawat secara turun temurun. Sehingga menjadi sebuah kisah dongeng yang wajib diceritakan untuk me-ninabobo-kan anak-anak kecil yang nakal dan susah tidur.

Lalu dimanakah Tuhan ?
Tuhan tetaplah tidak nyata, kecuali dalam kisah-kisah dongeng pengantar tidur.



Inilah Tuhan-Nya Orang Indonesia

Unknown | 02.28 | 0 komentar
Anda bingung dengan judul diatas ?
Memangnya Tuhan itu macam-macam ya ? Kok ada Tuhan-nya orang Indonesia. Berarti ada Tuhan-nya orang Malaysia, orang Singapura, orang Inggris, orang Amerika, dll dong ?

Hem...kalau anda bingung itu berarti sama, karena saya-pun juga bingung.


Semestinya yang mempunyai otoritas untuk memberi hukum ini haram atau tidak, ini berdosa atau tidak sepenuhnya adalah wewenang Tuhan. Karena Tuhan pula yang punya hak untuk memberikan pahala atau dosa terhadap sesuatu yang dilakukan oleh menusia.

Tapi yang ada di Indonesia ini menurut saya ngawur. Karena yang menentukan haram dan tidaknya segala hal itu ternyata adalah MUI (Majelis Ulama Indonesia). Lihat saja baru-baru ini MUI memberikan pernyataan tentang konser Lady Gaga yang akan di gelar di Indonesia yang menurut MUI adalah hukumnya Haram.

Kenapa begitu sewenang-wenangnya lembaga MUI mengeluarkan fatwa-fatwa ini haram, itu haram, ini dosa, itu juga dosa ! Bukankah itu tidak berarti sama dengan Tuhan ? Memangnya yang memberikan pahala dan dosa pada orang-orang Indonesia itu adalah MUI ? Memangnya yang memasukkan seseorang ke Surga dan Neraka itu adalah MUI ?




Obat Tidur Itu Bernama Agama

Unknown | 00.55 | 5 komentar
Bertahun-tahun yang lalu ilmu pengetahuan belum mampu menjelaskan kenapa seseorang bisa sakit, sekarang berbagai jenis anti virus serta segala jenis antibiotik mencegah kita terkena infeksi kuman. Bertahun-tahun yang lalu agama memunculkan diri untuk menawarkan penjelasan. Bahwa orang sakit itu karena kutukan, karena dosa, karena durhaka, karena cobaan Tuhan, dan seterusnya. Bahkan sekarang masih ada orang yang mengatakan kalau gempa disebabkan dosa.


Sekarang ini ilmu pengetahuan telah banyak mengeliminasi sebagian besar pertanyaan yang dulunya coba dijawab oleh agama lewat dongeng dan fiksi. Perkembanganya semakin memperjelas bahwa penjelasan-penjelasan dari agama ternyata semakin memperjelas bahwa agama tak lebih hanyalah berisi tentang cerita fiksi pengisi ruangan kosong dari ilmu pengetauan.

Mengapa bisa begitu.? Karena ilmu pengetahuan memang telah banyak berhasil menyelamatkan hidup kita dari dulu. Apabila anda sedang sakit panu, lalu anda bacakan ayat-ayat dan do'a sampai satu truk, saya yakin tidak akan sembuh kalu anda tidak mengobatinya dengan obat panu.

Begitu juga dulu, sebelum ilmu pengetahuan menjelaskan apa itu petir, agama mengatakan bahwa itu adalah amarah Tuhan. Sebelum ilmu pengetahuan menjelaskan apa itu tsunami, agama mengatakan itu adalah cobaan Tuhan.

Itulah manfaat Agama selama ini. Agama menjadi pelarian atas kebodohan manusia.



Islam Fundamentalis dan Modernis

Unknown | 22.43 | 4 komentar
Membaca ayat-ayat Alquran yang sering dijadikan sebagai dasar jihad oleh kaum Islam Teroris, dan melihat sikap umat Islam Fundamentalis yang intoleran dan anarkis, sebagian pihak berangan-angan agar Islam dibumihanguskan, demi terciptanya cita rasa humanisme yang non sektarian dalam kehidupan sosial.

Bagi saya impian itu hanya sebuah utopia. Karena meminjam analisis Peter L Begger, semakin maju peradaban dunia, justru sebaliknya gejala Fundamentalisme agama juga semakin tajam. Berger menyimpulkan bahwa fundamentalisme adalah saudara kembar modernisme. Seakan-akan dia ingin berkata, bahwa tanpa fundamentalisme, modernisme itu menjadi tidak mungkin. Keduanya adalah sayap kiri dan sayap kanan dalam evolusi kebudayaan.

Dan tesis Berger, memang terbukti dalam kenyataan. Setidaknya hingga hari ini.
Pandangan dan teknologi mutakhir apa yang tidak menjulang pada Abad ini? Pada kebudayaan kontemporer hari ini? Tapi gejala fundamentalisme agama (Islam), juga tak penah padam. Kenapa?

Secara psikologis, mereka justru merasa semakin terdesak. Gempuran kebudayaan Barat Modern yang dalam imajinasi mereka begitu mengancam, telah memaksa otot-otot mekanisme pertahanan dirinya mengencang. Hingga berujung pada aksi perlawanan. Dan itulah yang terlihat di medan sosial. Muncul para aktivis dan gerakan-gerakan purifikasi Islam. Secara wacana mereka berusaha merebut dan menguasai wacana publik bahwa Islam adalah solusi dari kekacauan hidup dari segala lini. Dan secara aksi, mereka sibuk membatasi dan merongrong berbagai aktivitas sosial. Sebutlah misalnya praktik-praktik bisnis perjudian, pelacuran dan kehidupan bebas tanpa sandaran nilai-nilai Keislaman yang mereka yakini.

Menurut saya yang terpenting adalah cuci otak.
Membakar cara berpikir. Menjungkirbalikan paradigmanya.
Bahwa Islam bukanlah sebuah obat mujarab dalam hidup.
Tapi adalah salah satu alternatif pilihan pribadi yang bersifat psiklogis.
Bukan solusi praktis empirik. Sehingga sikap intoleran, sikap merasa benar sendiri dan reaktif menjadi tidak ada gunanya dalam kehidupan sosial.

Menurut saya membangun kesadaran atau paradigma berpikir tidak bisa dilakukan dengan gerakan. Tapi adalah dengan studi. Dengan membentuk iklim dialogis. Melalui diskusi. Melalui sharing komunitas. Semakin banyak ruang-ruang dialog, wadah-wadah diskusi, maka cara berpikir yang “Islam sentris” itu juga akan bisa ditendang sedikit demi sedikit dari waktu ke waktu.

Mengharap perubahan yang revolusioner pada cara berpikir, bagi saya hanya bualan dan angan-angan yang tidak realistis. Karena soal kesadaran, soal paradigma berpikir, bukan seperti menukar sepatu lama dengan sepatu baru. Tapi adalah mirip dengan mencongkel lapisan bebatuan yang sudah mengeras. Meminjam istilah Foucalt, merubah paradigma berpikir umat Islam Fundamentalis, mirip dengan kegiatan menambang lapisan geologis. Yang akan dibongkar, adalah lapisan bawah tanah. Endapan keyakinan yang sudah mengeras di lapisan alam bawah sadar, yang sudah menjadi darah dagingnya. Yang sudah menjadi bagian dari hidupnya. Yang sudah refleks emosional. Itu sebabnya, asal Islam dikritik, telinga umat Islam langsung memerah, jenggor terbakar, nafas berpacu dan seruan Allahu Akbar langsung berkumandang. 



Manusia-lah Yang Menciptakan Tuhan

Unknown | 02.06 | 2 komentar

Manusia beragama mengaku menyembah Tuhan. Mereka menengadah ke langit. Merewang ke dunia lain, ke dunia imajiner ciptaan mereka sendiri.


Ketika kepala mereka membentur tembok, mereka berkata:
“Aduh … Tuhan menguji saya”

Ketika mereka jatuh sakit, mereka berkata:
“Hmm … Tuhan masih sayang pada saya. Dia masih menguji kesabaran saya”
Walaupun mereka sakit karena kelalaian mereka sendiri menjaga kesehatan.

Ketika mereka tak pernah berhasil menembus prestasi, mereka berkata:
“Tuhan memang menakdirkan saya begini. Jadi saya harus menysukuri pemberian Tuhan ini apa adanya”
Walaupun penyebabnya adalah karena mereka malas dan gagal berusaha.

Ketika mereka kalah berhasil dari orang lain, mereka berkata:
“Ah … dia itu sedang dibiarkan lupa diri oleh Tuhan dengan segala keberhasilannya.”
Walaupun diam-diam sebenarnya mereka cemburu kenapa dia juga tidak berhasil.

Ketika mereka ditimpa bencana, mereka berkata:
“Marilah kita berdo’a”. Bukan berusaha mengatasinya secara alamiah denagn Ilmu Pengetahuan.

Ketika mereka begini begitu..
Mereka selalu melemparkannya pada Tuhan.
Mereka tidak mau mengakui karena dirinya sendiri.
Alasan mereka itulah bukti bahwa mereka menyembah Tuhan,
Alasan mereka itulah bukti kepercayaan dan kecintaannya pada Tuhan.

Kenapa mereka tidak mau dewasa mengakui bahwa semua itu adalah hasil dari perbuatan mereka sendiri?

Kenapa mereka buta bahwa mereka sedang menyembah ego mereka sendiri yang mereka beri nama dengan Tuhan?



Buat Saya Uang Jauh Lebih Berharga Dari Pada Agama

Unknown | 07.19 | 9 komentar
Saya ingin jujur-jujur saja.
Bagi saya uang jauh lebih penting dari agama
Karena saya tidak bisa hidup tanpa uang. Karena nyaris setiap sisi kehidupan saat ini tidak ada yang bisa bebas dari uang. Bahkan agamapun tidak bisa hidup tanpa uang.

Tanpa uang, saya bisa mati mendadak.
Tapi tanpa agama, saya tetap bisa hidup dan berprestasi.
Ini kenyataan!

Fungsi agama bagi saya saat ini hanya sebagai pengaman dan pelengkap hidup.
Pengaman dalam arti agar saya aman secara sosial. Agar saya tetap diterima dan tidak diburu oleh masyarakat. Karena syarat untuk bisa diterima dalam maysarkat negara terbelakang seperti Indonesia adalah penduduknya wajib beragama. Dan ukuran baik buruk seseorang dalam masyarakat juga adalah beragama.

Kemudian fungsi lain agama bagi saya saat ini adalah untuk menyalurkan hobi. Yaitu hobi diskusi.

Apakah ini artinya saya merendahkan agama?
Sama sekali tidak. Karena agama itu memang sudah rendah dari awalnya.
Karena agama itu pada mulanya adalah kebudayaan masyarakat primitif. Sebuah kebodohan akan pemahaman hidup lalu dipuja dan disembah sebagai sesuatu yang benar-benar nyata dari zaman ke zaman secara temurun. Padahal hanya sebuah penyakit kejiwaan yang menyamar sebagai dewa penyelamat.

Lalu apakah ini berarti saya seorang materialis? Pemuja materi?
Sama sekali tidak. Karena selain pemuja akal, saya juga pemuja hati. Pemuja cinta. Dan hati, cinta, adalah bahasa Universal manusia. Mata uang asli yang selalu laku dan dirindukan dimana-mana, sampai kapanpun.

Dan itu? Jauh lebih berharga dari agama.



Menjadi Sesat Itu Tidak Gampang

Unknown | 20.41 | 0 komentar
Ada satu hadits yang cukup populer di kalangan kaum muslim: “umatku kelak akan terpecah-pecah ke dalam 71 golongan yang berbeda-beda, dan hanya satu dari mereka yang selamat.” Ramalan Nabi dalam hadits tersebut terasa murung bukan hanya karena perpecahan umat ke dalam beragam aliran digambarkan sebagai sesuatu yang tak terelakkan, melainkan juga karena sebagian besar dari mereka oleh hadits tersebut divonis sesat dan bakal masuk neraka. Hanya satu kelompok saja yang Islamnya benar dan layak masuk surga.

Dalam hadits di atas, Nabi tidak menegaskan secara eksplisit siapa satu kelompok yang selamat (firqah najiyah) itu. Ini pada gilirannya membuka peluang bagi golongan Islam tertentu untuk mengklaim sebagai satu-satunya kelompok yang selamat. Kosekuensi logisnya, mereka menganggap sesat semua kelompok Islam lain. Ini terutama terjadi dalam ranah teologi Islam, di mana aliran-aliran yang saling bertikai kerap melempar tuduhan kafir satu sama lain.

Singkat kata, ramalan Nabi dalam hadits di atas secara selintas justru terkesan menjadi dalil pembenar bagi intoleransi antar sesama muslim dan eksklusivisme di kalangan umat. Tapi apa betul kesan selintas ini?
Kalau yang kita tanya Imam al-Ghazali, barangkali ia akan dengan tegas menjawab tidak betul. Al-Ghazali membantah kesimpulan bahwa hadits ramalan di atas menyuburkan intoleransi dan eksklusivisme dalam berislam dengan sejumlah alasan:

Pertama, hadits tersebut memang menyebutkan hanya satu kelompok Islam yang selamat, tapi yang dimaksud di sini adalah satu golongan yang langsung masuk surga secara ekspres, tanpa hambatan. Sedangkan kelompok-kelompok muslim lain mungkin perlu melewati fase “pencucian” dulu di neraka, tapi setelah itu bakal masuk surga juga. Dengan kata lain, mayoritas golongan dan sekte dalam Islam pada akhirnya akan terselamatkan semua di akhirat. Alasan kedua, hadits di atas bukanlah satu-satunya versi yang ada. Al-Ghazali mengutip versi lain yang justru bertolak belakang dengan hadits yang pertama. Bunyinya begini: “umatku akan terpecah-pecah ke dalam 71 golongan, semuanya selamat kecuali satu kelompok.”

Al-Ghazali selanjutnya berargumen bahwa pilar fundamental dalam keimanan sesungguhnya hanya tiga: iman kepada keesaan Allah, kepada Muhammad sebagai Rasulullah, dan kepada datangnya hari kiamat. Baginya, seseorang baru bisa disebut kafir kalau tidak percaya kepada ketiga hal pokok tersebut. Sedangkan di luar wilayah fundamental tersebut adalah soal-soal sekunder, sekadar cabang-cabang agama (furu’), yang apabila seorang muslim menyangkalnya sekalipun tidak menjadikannya kafir.

Al-Ghazali di sini sebenarnya hendak mengatakan bahwa hampir semua pertikaian pendapat dalam soal-soal teologi antara kaum mu’tazilah yang rasionalis versus ahlul hadits yang tesktualis, atau antara kaum Sunni dan Syi’ah, adalah pertikaian soal-soal sekunder yang masih dalam koridor keIslaman. Dengan kata lain, pertikaian pendapat tersebut tidak menjadikan mereka sesat. Kalau dalam soal teologi saja begitu jembar ranah toleransinya, apalagi dalam soal syari’ah dan fiqh.

Pandangan Al-Ghazali ini menarik karena ia membalikkan nada murung ramalan Nabi dalam hadits di atas menjadi lebih rileks dan cerah. Keragaman aliran Islam diterima sebagai rahmat, bukan kutukan. Selama mereka masih percaya pada tiga pilar iman di atas, maka silang pendapat di antara mereka tidak akan menjerumuskannya ke dalam kekafiran.

Spirit toleransi yang disuarakan Al-Ghazali ini tampaknya diamini dan bahkan diperluas oleh Muhammad Abduh yang menulis bahwa: “apabila seorang muslim menyatakan satu pendapat yang kalau dilihat dari seratus sisi tampak kufur, tapi ada satu sisi saja yang terlihat masih dalam iman, maka orang tersebut tidak bisa dicap sebagai kafir.”

Jadi ternyata, dalam soal-soal keislaman, menjadi sesat itu tidak gampang.



Teori - Teori Kemunculan Agama

Unknown | 21.44 | 0 komentar
Ini adalah beberapa teori kemunculan agama yang saya ketahui :

1. Agama muncul karena kebodohan manusia.
Menurut pendapat teori ini, bahwa agama muncul karena kebodohan manusia. August Comte peletak dasar aliran positivisme menyebutkan, bahwa perkembangan pemikiran manusia dimulai dari kebodohan manusia tentang rahasia alam atau ekosistem jagat raya. Pada mulanya periode primitif karena manusia tidak mengetahui rahasia alam, maka mereka menyandarkan segala fenomena alam kepada Dzat yang ghaib.

Namun, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan (sains) sampai pada batas segala sesuatu terkuak dengan ilmu yang empiris, maka keyakinan terhadap yang ghaib tidak lagi mempunyai tempat di tengah-tengah mereka. Konsekuensi logis teori di atas, adalah makin pandai seseorang akan makin jauh ia dari agama bahkan akhirnya tidak beragama, dan makin bodoh seseorang maka makin kuat agamanya.

2. Agama muncul karena kelemahan jiwa (takut)
Teori ini mengatakan, bahwa munculnya agama karena perasaan takut terhadap Tuhan dan akhir kehidupan. Namun, bagi orang-orang yang berani keyakinan seperti itu tidak akan muncul. Teori ini dipelopori oleh Bertnart Russel. Jadi, menurut teori ini agama adalah indikasi dari rasa takut. Tuhan digambarkan sebagai seseatu yang berkuasa atas segalanya, sehingga jika manusia tidak menurutinya maka Tuhan akan memasukkan kedalam neraka. Karena rasa ketakutan inilah maka agama muncul untuk mendamaikan ketakutan tersebut.

3. Agama adalah produk penguasa
Karl Marx mengatakan bahwa agama merupakan produk para penguasa yang diberlakukan atas rakyat yang tertindas, sebagai upaya agar mereka tidak berontak dan menerima keberadaan sosial ekonomi. Mereka (rakyat tertindas) diharapkan terhibur dengan doktrin-doktrin agama, seperti harus sabar, menerima takdir, jangan marah dan lainnya.
Namun, ketika tatanan masyarakat berubah menjadi masyarakat sosial yang tidak mengenal perbedaan kelas sosial dan ekonomi, sehingga tidak ada lagi perbedaan antara penguasa dan rakyat yang tertindas dan tidak ada lagi perbedaan antara si kaya dan si miskin, maka agama dengan sendirinya akan hilang.

4. Agama adalah produk orang-orang lemah
Teori ini berseberangan dengan teori-teori sebelumnya. Teori ini mengatakan, bahwa agama hanyalah suatu perisai yang diciptakan oleh orang-orang lemah untuk membatasi kekuasaan orang-orang kuat. Norma-norma kemanusiaan seperti kedermawanan, belas kasih, kesatriaan, keadilan dan lainnya sengaja disebarkan oleh orang-orang lemah untuk menipu orang-orang kuat, sehingga mereka terpaksa mengurangi pengaruh kekuatan dan kekuasaannya. Teori ini dipelopori Nietzche, seorang filusuf Jerman.


Saya Sekarang Telah Kafir

Unknown | 06.46 | 5 komentar
Seringkali saya mendengar dan membaca dalam forum-forum diskusi atau dalam obrolan sehari-hari yang membahas tentang agama, aliran kepercayaan ataupun membahas tentang Tuhan, biasanya muncul statemen-statemen dari seseorang yang meng-kafir-kan atau menyesatkan pendapat orang lain.

Saya sebenarnya sangat jengah sekali mendengarnya, karena statemen meng-kafir-kan tersebut muncul hanya karena pendapat atau gagasan seseorang tersebut dipandang nyeleneh atau berbeda dari mayoritas yang dipahami oleh orang banyak. Kenapa mudah sekali seseorang mengeluarkan kata-kata kafir pada pandangan orang lain yang berbeda.? Apakah setelah meng-kafir kafir-kan orang lain berarti dirinya itu lebih mulia atau lebih benar dari orang lain.?

Dari fenomena tersebut, tergelitik niat saya untuk mencari tahu tentang apa arti kata "kafir" itu. Dan tidak terlalu susah untuk menemukan jawaban dari keingintahuan saya, karena saya hanya tinggal mengetikkan kata "arti kata kafir" di Google. Maka akan muncul ratusan tulisan yang membahas tentang arti kata kafir tersebut.

Kafir itu berasal dari bahasa arab Kafara     كفر     yang artinya adalah Menutupi. Lalu kalau dalam bahasa Inggris adalah Cover yang berarti  Penutup.

Ternyata dari arti kata tersebut, kata "kafir" dapat dipakai untuk memaknai apa saja yang berhubungan dengan arti penutup atau menutupi. Contohnya, Petani itu disebut juga Kafir. Mengapa,? Karena dia telah menutupi lahan sawahnya dengan tanaman. Penjahit itu adalah Kafir. Mengapa,? Karena dia adalah pembuat pakaian sebagai penutup tubuh. Malam itu disebut juga kafir. Mengapa,? Karena dia telah menutupi terang dengan kegelapan. Begitu juga laut bisa disebut kafir, karena telah menutupi tanah dengan air.

Jadi, kafir tidak selalu berkonotasi dengan kesesatan. Karena, apabila saya telah menutup aib teman saya, maka saya adalah kafir. Apabila saya telah menutupi ketidak-tahuan saya dengan membaca atau bertanya, maka saya adalah kafir.

Untuk itu marilah kita Kafir-kan diri kita dengan ke-Kafiran yang bermanfaat. Dan semoga Tuhan menerimah ke-Kafiran kita ini sebagai amal ibadah.



Mengapa Saya Berhenti Berdo'a Pada Tuhan

Unknown | 15.21 | 5 komentar
Pada saat itu permasalahan datang pada saya, lalu kemudian saya segera bergegas mengambil air wudhu' lalu menengadahkan tangan dan berdo'a.....

Mulailah saya mengawali do'a saya. "Dengan menyebut namaMu ya Tuhan........." tapi saya terhenti sejenak dan berfikir, "mengapa nama Tuhan saya panggil-panggil,? memangnya Tuhan tidak mendengar saya,? bukankah Tuhan maha Mendengar,!!" Sejak saat itu saya berhenti memanggil-manggil nama Tuhan.


Saya coba melanjutkan do'a saya. "HambaMu ini sedang mendapatkan permasalahan ya Tuhan............" sejenak do'a saya terhenti lagi, "mengapa saya mesti menceritakan masalah saya pada Tuhan,? bukankah Tuhan maha Mengetahui,? tentunya Tuhan sudah tahu apa yang telah terjadi pada saya". Sejak saat itu saya berhenti mengeluh pada Tuhan.

Tapi saya masih coba melanjutkan. "Tolonglah hambaMu ini Tuhan............." lagi-lagi do'a saya terhenti, saya berfikir, "ahh...mengapa saya mesti meminta-minta pada Tuhan, bukankah Tuhan maha Bijaksana, tentunya Dia sudah tahu siapa-siapa saja hambanya yang sedang mendapatkan permasalahan, dan tentu saja tanpa diminta Tuhan sudah tahu apa yang harus Dia lakukan". Sejak saat itu juga saya berhenti meminta-minta pada Tuhan.

Saya kira, bukankah hanya dengan menengadahkan tangan dan berdo'a, permasalahan saya akan tetap saja bila saya sendiri tidak berusaha menyelesaikanya. Apakah Tuhan akan melunasi permasalahan hutang saya? Apakah Tuhan akan memperbaiki komputer saya yang rusak? Apakah Tuhan akan turun untuk menyuntik saya agar sakit saya sembuh?

Sejak pada saat itu ketika permasalahan datang, saya hanya berusaha menyelesaikanya. Ketika saya sakit, saya hanya berusaha memeriksakanya dan segera meminum obat, tidak lagi dengan do'a. Ketika saya sedang terlilit dengan masalah hutang, saya berusaha bekerja keras untuk melunasinya, tidak lagi dengan do'a. Ketika komputer saya rusak, saya hanya berusaha memperbaiki kerusakanya, tidak lagi dengan do'a.

Sejak saat itulah saya berhenti untuk berdo'a pada Tuhan.


Jika Tuhan Itu Ada, Pasti Manusia Tidak Sepintar Sekarang

Unknown | 19.25 | 15 komentar
Hati-hati membaca tulisan ini. Karena tulisan ini bukanlah hasil karya penelitian ilmiah, bukan pula hasil ijtihad para ulama. Tapi hanyalah pendapat saya pribadi. Jadi sebaiknya gunakan nalar anda tanpa membawa-bawa iman.

Maksud dari judul saya diatas adalah, karena saya sudah sangat bosan mendengar jawaban-jawaban peng-khotbah agama tentang segala sesuatu itu disebabkan oleh Tuhan. Apakah tidak ada jawaban lain selain itu..? Atau karena kita memang sudah malas untuk berpikir, malas belajar, atau malas untuk mencari tahu..?

Sekarang kita bisa tahu bahwa Stunami itu adalah kejadian gempa bumi atau runtuhnya lempengan bumi yang berada di dasar laut hingga mengakibatkan air laut terhempas ke darat. Semakin besar lempengan bumi yang runtuh, maka volume air yang terhempas ke darat akan semakin besar pula, bahkan bisa sampai menimbulkan korban. Seperti Stunami yang pernah terjadi di Aceh. Dari mana kita tahu penjelasan tentang stunami itu.? Penjelasan itu diperoleh dari para ilmuwan yang telah melakukan penelitian tentang kejadian tersebut. Lalu mengapa mereka melakukan itu.? Karena mereka tidak percaya bahwa Stunami itu adalah bentuk murka Tuhan seperti yang telah dijawab oleh peng-khotbah agama.

Bayangkan seandainya mereka percaya begitu saja bahwa Stunami adalah bentuk murka Tuhan, mungkin sekarang tidak akan pernah tahu Stunami itu apa. Sebabnya apa. Daerah mana saja yang saat ini rentan terjadi gempa bumi hingga rawan menimbulkan Stunami. Hingga, cara apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya korban bila gempa atau Stunami datang.

Itu baru satu hal. Bayangkan juga seandainya manusia percaya begitu saja jika sakit itu adalah karena Tuhan sedang menghukum manusia. Mungkin kita tidak akan pernah tahu apa itu penyakit demam, penyakit malaria, penyakit kanker, dan penyakit lainya. Mungkin kita tidak pernah tahu apa obatnya, bagaimana mencegahnya. Banyak lagi hal-hal yang lain. Bayangkan seandainya manusia percaya begitu saja bahwa semua fenomena yang terjadi di alam ini adalah karena Tuhan, mungkin selamanya manusia akan tetap bodoh.

Mulai sekarang marilah kita berhenti mengganggu Tuhan dengan membawa-bawanya untuk menjelaskan semua itu. Biarkan Tuhan nyaman di singgasananya, karena Tuhan memang tidak mengerti apa-apa dengan klaim-klaim manusia yang malas untuk berpikir, malas mencari tahu dan belajar.


Menelan Pil Racun Alqur'an

Unknown | 03.12 | 0 komentar

Alquran bagi orang yang percaya adalah kalam Tuhan yang diaminkan tanpa tanya. Tanpa mereka ingin tahu apa itu Alquran yang sebenarnya. Siapa yang menulisnya. Benarkah Tuhan yang membisikan ayat demi ayat Alquran. Atau hanya semacam karya bersama kaum elitis Arab yang ingin menguasai peradaban.


Lalu mengapa saya mengatakan Alquran adalah Pil.?

Karena kebanyakan umat Islam memang menganggap Alquran seperti Pil.
Mereka menjadikan Alquran sebagai rumus ajaib yang siap telan, yang dengan Alquran mereka merasa sudah bisa menebas segala persoalan. Kenapa mereka meyakini demikian? Karena Alquran dianggap kalam yang berisi jawaban-jawaban Tuhan atas segala permasalahan yang ada di dunia ini.


Mereka menelan mentah-mentah Alqur'an tanpa tahu Apa buktinya bahwa Alquran adalah kalam Tuhan? Kalau Alquran memang iya adalah kalam Tuhan, Lalu bagaimana membuktikan bahwa ayat-ayat Alquran itu benar-benar asli memang dari Tuhan? Bila mengetahui keaslian Alquran itu dari Muhammad yang telah menyatakannya demikian. Lalu bagaimana membuktikan bahwa Muhammad memang menerima wahyu (firman) dari Tuhan?.

Itu baru dari sisi ontentifikasi. Baru kritik originalitas. Belum lagi masuk ke sisi konten atau isinya. Apakah pesan dari ayat demi ayat dalam Alquran itu memang layak diyakini? Bagaimana dengan ayat-ayat yang menghasut kebencian antar umat manusia antar golongan dan antar agama? Benarkah totalitas Alquran layak dianggap sebagai kitab yang memberi pencerahan bagi kemanusiaan secara global? Jika dijawab ya kenapa umumnya sikap intoleransi dan anarkisme umat Islam berakar dari keyakinan mereka pada Alquran?

Karena Alquran telah ditelan bulat-bulat inilah yang menjadikan Alquran seperti pil racun yang menjalar keseluruh peredaran saraf dan merusak nalar otak umat Islam.
  

Mengapa Tuhan Tidak Perlu Di Buktikan..?

Unknown | 20.42 | 4 komentar
Saat saya sedang duduk-duduk santai di sebuah warung kopi biasa, dihadapan saya ada 2 orang yang sedang berdiskusi sengit. Saya rasa anda juga perlu menyimak debat seru antara Sesatun dan Muslimun tentang bukti ada dan tidak adanya Tuhan berikut ini.

Sesatun : Mana yang anda sebut bukti Tuhan itu ada mana?

Muslimun :
Alam ini kan bukti adanya Tuhan. Apa anda tidak lihat bagaimana menganggumkannya sistem alam ini?

Sesatun :
Itu bukan bukti. Itu pengandaian. Anda harus bedakan bukti dengan pengandaian. Kalau bukti itu seperti saya melihat anda sekarang. Saya bisa lihat anda. Saya bisa raba. Saya bisa dengar suara anda. Bahkan saya bisa tampar mulut anda yang sok tahu itu.

Muslimun :
Lho kalau bisa dilihat dengan panca indra mana mungkin. Namanya juga Tuhan. Tuhan itu ghaib.

Sesatun :
Dari mana anda tahu bahwa Tuhan itu ghaib?

Muslimun :
Ya dari Kitab Suci.

Sesatun :
Dari mana anda tahu Kitab Suci itu benar.

Muslimun :
Dari Tuhan.

Sesatun :
Anda kok muter-muter sih. Jawaban anda itu bukan membuktikan akan tetapi keyakinan. Kalau yang namanya bukti itu tidak ada urusannya dengan keyakinan. Contohnya sekarang. Apa ada yang menolak bahwa anda tidak ada? Walaupun mereka beragama atau tidak. Asal mereka bisa lihat anda, itu sudah terbukti bahwa anda ada.

Muslimun :
Okey. Sekarang saya mau tanya. Mungkinkah ada sesuatu tanpa ada yang menciptakannya? Mungkinkah alam ini tidak ada yang menciptakannya?

Sesatun:
Tidak mungkin.

Muslimun :
Nah terbukti kan?

Sesatun :
Alam ini bukan bukti adanya Tuhan. Anda saja yang mengandaikan adanya Tuhan. Anda percaya alam ini ada yang menciptkan, tapi anda tidak menemukan siapa yang menciptakanya, jadi anda mengandaikan, kira-kira Tuhan lah yang menciptakan alam ini.

Muslimun :
Huh, anda ini pintar sekali berkelit-kelit.

Sesatun :
Siapa yang pintar berkelit. Anda sendiri yang mutar-mutar bicara ke sana kemari. Padahal sederhana kok masalahnya. Kalau tidak ada buktinya ya kenapa tidak kita akui saja dengan jujur. Selesai kan masalahnya?

Muslimun :
Tapi bagaimana dengan para ahli yang menemukan ilmu pengetahuan alam yang kejadiannya sama persis dengan isi Kitab Suci? Padahal jauh sebelum penemuan itu sudah ada dinyatakan dalam kitab suci?

Sesatun :
Anda ini bagaimana sih. Yang mereka temukan itu kan ilmu pengetahuan, bukan Tuhan. Coba anda tunjukan mana contohnya bukti adanya Tuhan yang mereka temukan.

Muslimun :
Itu pertemuan dua air laut yang airnya saling tidak bisa melewati atau saling mengalir ke lawannya masing-masing. Padahal itu air laut tidak ada batasnya seperti dinding. Apa tidak aneh?

Sasatun :
Aneh ya aneh. Tapi apa hubungannya dengan adanya Tuhan?

Muslimun :
Jauh sebelumnya hal itu kan sudah dinyatakan dalam Kitab Suci. Terbuktikan bahwa Tuhan itu ada!

Sesatun :
Apanya yang terbukti. Terbukti ada kecocokan antara kejadian itu dengan Kitab Suci itu iya. Tapi tidak ada hubungannya dengan Tuhan?

Muslimun :
Ya itulah tanda keajaibannya. Kitab suci itu dari Tuhan. Dan terbukti kebenarannya dengan adanya penemuan seperti itu. Nah, itukan suatu bukti bahwa Tuhan ada?

Sesatun :

Anda ini terlalu mengada-ngada. Terlalu menyiksa diri. Itu namanya keyakinan. Karena adanya hal-hal menakjubkan seperti itu lalu anda kagum. Takjub. Rasa takjub itu membuat imajinasi anda meloncat secara vertical: “O .. pasti ada Tuhan nih. Penemuan itu juga cocok dengan ktab suci. Tidak mungkin tidak ada Tuhan nih”. Nah, itu kan bukan bukti. Itu pengandaian anda. Keyakinan anda. Kalau bukti ya bukti. Masak anda tidak bisa bedakan antara bukti dengan keyakinan.

Muslimun :
Anda selalu menarik-nariknya pada apa yang bisa dijangakau panca indra.

Sesatun :
Yang namanya bukti itu kan mesti di nampakkan, kalau tidak bisa ya sudah.

Muslimun :
Anda pernah merasa rindu pada seseorang?

Sesatun :
Sering. Apa masalahnya?

Muslimun :
Nah rasa rindu itu kan juga tidak bisa dilihat. Tidak bisa dijangkau dengan panca indra. Tapi dia ada kan?

Sesatun :
Betul dia ada. Saya tidak menolaknya. Karena saya memang merasakannya dalam diri saya. Walaupun itu tidak dengan panca indra. Lalu hubunganya dengan Tuhan?

Muslimun :
Nah, Tuhan walaupun tidak nampak tapi itu bisa kita rasakan dalam hati?

Sesatun :
Apa ukurannya bahwa yang saya rasakan itu adalah Tuhan? Coba anda jelaskan.

Muslimun :
Ya, ada rasa yakin dalam diri anda bahwa Tuhan itu ada.

Sesatun :
Nah, yakin kan? Anda bilang keyakinan. Bukan bukti kan?

Muslimun :
Ya yang anda rasakan dalam hati itulah buktinya.

Sesatun :
Anda ini kok mutar-mutar sih. Tadi sudah saya tanya. Apa buktinya bahwa yang dirasakan dalam hati itu adalah Tuhan. Tanda-tanda Tuhan maksudnya?

Muslimun :

Ya hati itu kan yang bisa merasakan kehadiran Tuhan?

Sesatun:
Kehadiran Tuhan? Kok anda tahu bahwa yang hadir itu adalah Tuhan? Jangan-jangan itu adalah setan, hantu, dedemit?

Muslimun :
Astaghfirullah...!!! Anda ini benar-benar orang kafir yang sesat.!!!

Sesatun :
Apakah orang beriman itu harus sering-sering mengkafirkan dan menyesatkan orang lain, seperti anda ini.? Kenapa tidak diakui saja memang tidak ada bukti. Selesai kan? Setelah itu apakah anda akan tetap meyakini adanya Tuhan atau tidak, itu sudah soal berikutnya.


Ibadah Haji Itu Bukan Dari Ajaran Islam

Unknown | 18.50 | 1 komentar
Ibadah haji merupakan puncak peribadatan seorang muslim sebagai penunaian rukun Islam yang ke lima. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Tapi tahukah anda, kalau ternyata ibadah Haji itu bukan dari ajaran Islam. Eitz....Jangan anda gelisah terlebih dulu membaca pernyataan saya, labih baik teruskan membacanya.



Jauh sebelum Islam muncul, bangsa Arab sudah terbiasa berdatangan ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji setiap tahun. Dan waktunya juga pada bulan Dzulhijjah.

Ritual-ritual haji yang mereka lakukan saat itu sama dengan apa yang dilakukan umat Islam hingga hari ini. Mulai dari ihram, membawa hewan kurban, wukuf di Arafah, menuju Muzdalifah, bertolak ke Mina, tawaf, mencium Hajar Aswad sampai dengan Sa’i.

Nah, begitu Islam datang, kebiasaan ibadah Haji bangsa Arab ini langsung diwarisi oleh umat Islam. Persis dengan segala tata cara dan perisitilahan nya. Hanya saja ada sedikit revisi misalnya Islam tidak melakukan thawaf dengan telanjang. Walaupun alasan bangsa Arab melakukannya dengan telanjang bukan karena kebejatan moral mereka. Tapi dalam persepsi mereka, mereka malu untuk mengelilingi Ka’bah dan mencium Hajar Aswad dengan memakai baju yang mereka pakai pernah digunakan untuk berbuat dosa.

Jadi haji itu bukanlah ibadah umat Islam. Tapi adalah ibadah warisan dari bangsa Arab pra Islam, atau yang dikenal dengan sebutan masyarakat Arab Jahiliyah.

Apakah anda terkejut.
Jika jawab anda iya berarti kita sama. Saya juga terkejut pertama kali membaca hasil kajian sejarah Islam ini oleh Kalil Abdul Karim, dalam bukunya yang berjudul Syariah: Sejarah Perkelahian Pemaknaan (terjemahan Bahasa Indonesia). Dia adalah seorang Pemikir Islam Kontemporer asal Mesir.

Meskipun sempat terkaget-kaget, saya tidak sanggup untuk membantahnya. Karena saya belum hidup saat peristiwa itu terjadi. Dan saya pun juga belum pernah melakukan penelitian akan hal itu. Nah, sekarang tinggal giliran anda untuk menyikapinya. Silahkan. 



Omong Kosong Tuhan Tentang Takdir

Unknown | 19.06 | 4 komentar
Sebelumnya saya mengira bahwa apa yang telah terjadi terhadap diri saya itu semua adalah takdir yang telah di gariskan oleh Tuhan. Bahwa ada sesuatu yang saya tidak bisa dan berhak untuk menentukanya, yaitu : rejeki, jodoh, nasib, dan maut, kesemuanya itu telah di takdirkan oleh Tuhan. Singkatnya bahwa Tuhan telah membuat grand desain atau blue print antuk saya sebelum terlahir di bumi.



Saat saya telah berusaha kesana kemari untuk mendapatkan uang yang banyak untuk memenuhi kebutuhan saya, namun hasil yang saya terima ternyata tidak sesuai dengan harapan, akhirnya saya menyimpulkan, "memang cuma segini lah jatah saya dari Tuhan".

Ketika teman-teman dan orang-orang di sekitar saya bertanya kepada saya "hey, Naz kapan nikah.? Jangan diam saja, cepat buruan cari pacar sana, terus nikah, keburu umur sudah tua loh". Saya pun dengan tenang menjawab, "nggak perlu dicari-cari nanti Tuhan akan kirimkan sendiri jodoh buat saya".

Saat melihat tetangga saya yang tadinya biasa-biasa saja, namun setelah dia giat mengasah kemampuanya dan berusaha keras yang akhirnya sekarang menjadi orang kaya dan sukses, saya pun berpendapat, "beruntung sekali orang itu, karena Tuhan telah memberikan nasib baik padanya".

Dan lagi, ketika saya mendengar berita ada seorang anak muda yang gara-gara patah hati karena cowoknya selingkuh dengan cewek lain akhirnya dia bunuh diri dengan cara meminum racun. Saya pun menanggapi, "Tuhan sudah menggariskan umurnya hanya sampai segitu"

Apakah semua itu yang disebut dengan takdir Tuhan? Apakah itu tidak sama artinya bahwa takdir Tuhan itu adalah batas ketidak tahuan saya? Batas ketidak berdayaan saya? Atau batas kemalasan saya? Ketika sesuatu sudah tidak mampu saya pahami maka itu saya anggap takdir. Ketika segala sesuau tidak bisa saya raih maka itu juga saya anggap sebagai takdir.

Dalam khotbah-khotbah agama yang saya ikuti pun selalu disebutkan bahwa "Tuhan tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sehingga kaum tersebut mau merubah keadaanya". Ketika saya miskin dan saya tidak mau berusaha untuk menjadi kaya, apakah itu berarti "takdir saya miskin".? Akan tetapi ketika saya mau berusaha dan akhirnya bisa menjadi kaya, apakah itu berarti "takdir saya kaya".? Lalu takdir saya yang sebenarnya itu yang mana.? apakah ketika "takdir saya miskin" yang sebelumnya, sudah diralat Tuhan dengan "takdir saya kaya".? Kalau begitu kok Tuhan plin-plan dan mencla-mencle dengan takdir saya.?

Kalau toh akhirnya semua itu tergantung saya sendiri yang menentukan untuk mau merubahnya atau tidak, mengapa itu harus disebut dengan takdir dari Tuhan.?


Tapi ya sudahlah. Itu semua adalah pemahaman saya dulu ketika saya masih beriman. Tapi sekarang sejak saya sudah tobat dan kembali ke jalan yang sesat, maka saya jungkir balikan semua yang saya yakini tersebut. Bahwa semua itu adalah omong kosong Tuhan tentang takdir manusia.


Setiap Manusia Itu Terlahir Dalam Keadaan Atheis

Unknown | 06.55 | 4 komentar
Pernahkah anda sebelum ada di dunia ini berencana untuk dilahirkan dimana dan dari rahim siapa.? Tentu anda sama sekali tidak mengetahuinya karena saya pun juga tidak tahu.

Ketika masih bocah, apakah anda juga mengerti  apa itu Tuhan, apa itu agama, apa itu surga dan neraka.? Tentu saja tidak ada yang tahu. Karena ketika terlahir ke dunia ini setiap bayi itu dalam keadaan Atheis alias tidak berTuhan.


Lalu sejak kapan anda mengetahui apa itu Tuhan.?

Tentu saja pertama kali sejak orang tua anda menjawab pertanyaan lugu anda ketika masih bocah "pak, yang bikin laut, sungai, langit, pohon, manusia, hewan, itu siapa sih pak".? Yang kemudian di jawab oleh orang tua anda "yang menciptakan laut itu adalah Tuhan nak, Tuhan juga yang menciptakan semua yang ada di bumi ini termasuk kamu, karena itu kamu harus menyembah dan berdo'a kepada Tuhan agar kamu kelak bisa masuk surga, sebab bila kamu tidak menyembah Nya, kamu akan di masukan kedalam api neraka yang sangat panas sekali...". Sejak saat itulah anda yang sebelumya adalah bocah Atheis terasuki imajinasi tentang Tuhan.

Dari mana orang tua anda pertama kali tahu tentang Tuhan.?


Orang tua anda mengetahui tentang apa itu tuhan, itu juga dari pertanyaan yang sama dahulu ketika dia masih menjadi seorang bocah Atheis, yang kemudian di jawab dengan jawaban yang sama oleh orang tuanya bahwa "yang menciptakan laut itu adalah Tuhan, Tuhan juga yang menciptakan semua yang ada di bumi ini termasuk manusia, karena itu manusia harus menyembah dan berdo'a kepada Tuhan agar kelak bisa masuk surga, sebab bila tidak menyembah Nya, manusia akan di masukan kedalam api neraka yang sangat panas sekali...". Dan begitu juga seterusnya.


Lalu apakah anda juga akan memberikan jawaban yang sama atas pertanyaan polos anak anda yang terlahir dalam keadaan Atheis ini...?



Sejarah Perjalanan Tuhan

Unknown | 10.47 | 0 komentar
Pada awalnya Tuhan berbentuk berhala

Tuhan berhala adalah Tuhan yang berwujud inderawi, baik yang sudah ada wujudnya di alam maupun yang dibuat sendiri oleh manusia. Yang sudah ada di alam adalah Tuhan berupa matahari, angin, api, gunung dan sebagainya. Sedang Tuhan berhala buatan manusia adalah berupa patung. Baik yang dibuat dari batu, semen, adonan kue maupun dari tanah liat.


Tuhan-tuhan berhala ini adalah Tuhan yang menyebalkan. Apapun doa dan permintaan hambanya tak pernah dijawab. Mereka diam saja. Bahkan diruntuhkan kembali bentuknya oleh manusia, tuhan tuhan ini tidak melawan. Dengan kata lain, Tuhan berhala ini tidak mempunyai kredibilitas sebagai Tuhan. Akibatnya, semakin manusia berpikir, maka tuhan berhala ini mulai disingkirkan dan akhirnya manusia membuat Tuhan baru.

Kemudian Tuhan berupa kumpulan Imajiner

Tuhan imajiner adalah Tuhan yang dibuat manusia dalam imajinasinya. Dalam pikirannya. Dalam khayalannya. Akibatnya, Tuhan menjadi tidak seragam. Walaupun sebagian manusia berkomplot, menulis rumusan Tuhan standar yang sudah diakui secara bersama-sama. Tapi meskipun sudah dibakukan dengan tinta dan kertas detail tentang Tuhan, tapi dalam imajinasi pemeluknya, dalam penghayatan masing-masing individu, tetap saja Tuhan mereka tidak sama. Tergantung pada kedalaman imajinasi mereka masing-masing. Tergantung pada kebutuhan dan harapan masing-masing penyembahnya.

Jika manusia lemah, maka dikatakannya Tuhan Maha Kuat. Jika manusia mulai kuat, maka dibayangkannya Tuhan Maha Baik. Tapi jika hidupnya selalu kacau dan menderita, maka dibayangkannya Tuhan Maha Penguji Kesabaran. Singkatnya Tuhan menjadi seperti karet yang selalu ditarik-ulur sesuai kondisi dan harapan manusia. Tuhan menjadi proyeksi oleh manusia itu sendiri.

Setelah itu Tuhan pun Mati

Setelah lelah mengukir Tuhan sedemikian rupa dalam pikirannya, dalam imajinasinya, dalam angan-angannya, dalam utopianya, maka akhirnya manusiapun merasa kelelahan. Mereka mencapai klimaks imajinasinya. Manusia merasa mual dengan Tuhan ciptaannya sendiri. Akhirnya semua Tuhan Tuhan imajiner itu dibunuhnya. Mereka campakkan segala pembicaraan tentang Tuhan. Karena mereka sadar, bahwa semua yang mereka bayangkan dan mereka katakan tentang Tuhan, tak lebih dari hanya kumpulan rongsokan imajinasi metafisis. Dibuat sendiri lalu diyakini sendiri.


Manusia Tidak di Perkenankan ber-Akal Oleh Tuhan

Unknown | 00.22 | 0 komentar
Sepertinya ada dua pilihan ekstrem bagi manusia. Mempercayai akalnya atau mempercayai Tuhan. Jika manusia mempercayai Tuhan maka dia harus menolak akalnya. Jika manusia mempercayai akalnya maka manusia harus menolak Tuhan.


Dua hal ini, Tuhan dan akal, tidak bisa tinggal satu rumah dalam diri manusia.

Manusia yang mempercayai Tuhan, meskipun mereka mengaku berpikir, tapi pikirannya adalah kata lain dari perasaan. Dengan kata lain adalah rasionalisasi untuk pembenaran. Untuk membela perasaannya. Agar perasaannya tentang Tuhan tampak masuk akal.

Akal, jika dia benar-benar hidup dan berfungsi, bukanlah untuk mempercayai. Tapi adalah untuk mempertanyakan segala sesuatu. Yang mempercayai adalah pekerjaan hati, pekerjaan perasaan. Itu sebabnya perasaan tidak bisa dibiarkan melajur sendiri. Karena perasaan seperti kuda liar tanpa kompas. Tapi akal, bagaikan mahkota kejayaan manusia. Melebihi prestasi segala mahkluk. Karena akallah adanya kebudayaan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan tidak pernah memliki kebudayaan. Belum pernah sejarah mencatat ada satu Universitas pun didirikan oleh spesies hewan yang paling cerdas sekali pun.

Akal, adalah mata air kecemerlangan. Gudang inspirasi sepanjang zaman. Karena akal, manusia merubah wajah kehidupan. Karena akal manusia sampai ke bulan. Karena akal manusia mengerti apa artinya kebaikan. Karena akal manusia mengerti apa artinya persaudaraan antar sesama manusia dan lingkungan hidupnya.

Tapi ketika manusia sudah keracunan akan kepercyaan pada Tuhan, maka akal menjadi tidur dan mati. Hingga konflik dan pertengkaran atas nama Tuhan menjadi halal. Hingga darah dan nyawa manusia menjadi kehilangan arti. Demi Tuhan yang tak pernah jelas dan real dalam kenyataan.

baca juga Iman Tanpa Nalar di klik saja.



Kritik Immanuel Kant Tentang Keberadaan Tuhan

Unknown | 09.24 | 2 komentar
Menurut Kant, pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama yaitu pengalaman pancaindra dan pemahaman akal budi (rasio). Pengalaman yang diperoleh melalui pancaindra kita kemudian diolah oleh pemahaman rasio kita dan menghasilkan pengetahuan. Itu sebabnya pengetahuan manusia selalui bersifat apriori dan aposteriori secara bersamaan. Tanpa pengalaman indrawi maka pengetahuan hanyalah konsep-konsep belaka, tetapi tanpa pemahaman rasio pun pengalaman indrawi hanya merupakan kesan-kesan pancaindra belaka yang tidak akan sampai pada keseluruhan pengertian yang teratur yang menjadikannya sebagai sebuah pengetahuan.



Pengetahuan bermula dari pengalaman pancaindra yang kemudian diolah oleh pemahaman rasio untuk menghasilkan sebuah pengetahuan yang menyeluruh dan teratur. Oleh sebab itu, maka segala sesuatu yang tidak bisa dialami oleh pancaindra tidak bisa dijadikan sebagai sumber pengetahuan, tetapi hanya sebagai sebuah hipotesis belaka.

Maka objek-objek seperti tuhan tidak bisa dibuktikan kebenarannya dan ketidakbenarannya karena tuhan berada di luar jangkauan pancaindra. Kita tidak akan pernah bisa mendapatkan pengetahuan tentang tuhan sejauh apa pun kita berusaha (agnostisisme).

Dari dasar inilah kemudian Kant menolak argumentasi-argumentasi yang mencoba membuktikan keberadaan tuhan.

Argumentasi pertama yang ditolak oleh Kant adalah argumentasi fisika-teologis. Menurut argumen ini, fakta di alam semesta membuktikan bahwa segala sesuatu itu memiliki keterarahan akan tujuan tertentu. Ada sebuah tatanan yang rapi di alam semesta yang menyebabkan alam semesta ini seperti telah ada yang mengatur. Semua makhluk hidup di alam semesta tidak ada begitu saja melainkan seakan-akan memiliki tujuan (telos) akhir. Dan tujuan akhir (causa finalis) dari semua keterarahan ini adalah menuju kepada tuhan, maka tuhan itu ada.

Dengan tegas Kant menolak argumen ini. Menurut Kant, pembuktian melalui data-data empiris secara teoritis tidak sah. Keterarahan yang dijadikan dasar pijakan argumen fisika teologis tidak secara langsung bisa membuktikan bahwa tuhan itu ada. Menurutnya; yang bisa disimpulkan dari argumen itu adalah adanya arsitek dunia yang aktivitasnya mungkin dibatasi oleh kapasitas makhluk padanya arsitek itu bekerja, dan bukan kreator dunia yang kepadanya segala sesuatu tunduk.

Argumen kedua yang ditolak oleh Kant adalah argumen kosmologis. Argumen ini didasarkan pada kontigensi di alam semesta (kosmos). Kontigensi artinya kemungkinan untuk ada atau tidak ada. Tetapi pada kenyataannya alam semesta ini ada, padahal alam semesta mungkin saja tidak ada. Oleh sebab itu maka alam semesta menjadi tidak niscaya alias kontigen. Karena alam semesta itu tidak niscaya pasti ia bergantung pada sesuatu yang niscaya, yang niscaya adalah tuhan. Maka tuhan itu ada.

Kant juga menolak argumen kosmologis ini. Menurut Kant, adalah benar sesuatu yang tidak niscaya (kontigen) pasti bergantung pada sesuatu yang niscaya. Akan tetapi, argumen ini hanya berlaku pada objek-objek indrawi saja. Tuhan adalah objek supraindrawi (tidak bisa diamati oleh pancaindra). Alam semesta adalah objek indrawi dan alam semesta bergantung pada objek yang supraindrawi (tuhan) adalah tidak sah secara logis. Argumen ini tidak serta merta membuktikan tuhan itu ada.

Sedangkan argumen ketiga yang juga ditolak adalah argumen ontologis. Argumen ontologis berpijak pada konsep tuhan sebagai entitas yang mahasempurna. Oleh karena tuhan mahasempurna itu berarti tuhan itu ada, karena apabila tuhan tidak ada maka tuhan tidak mahasempurna. Oleh sebab tuhan mahasempurna, maka tuhan ada.

Lagi-lagi Kant juga menolak argumentasi ini. Menurut Kant, esensi tidak dengan sendirinya menyertakan eksistensi. Ide atau konsep tentang sesuatu (seperti tuhan itu mahasempurna) tidak dengan sendirinya terkandung eksistensinya. Di dalam otak saya, saya berpikir bahwa saya mempunyai uang 100 juta. Pikiran saya itu nyata adanya, tetapi tidak berarti saya secara nyata memiliki uang 100 juta. Menurut Kant, kita tidak dapat menderivasikan (menurunkan) realitas dari konsep. Konsep saya mempunyai uang 100 juta tidak serta merta menjadikan saya memiliki uang 100 juta walaupun konsep tentang saya memiliki uang 100 juta itu benar adanya. Begitu pula konsep tuhan mahasempurna tidak serta merta menjadikan tuhan itu ada secara nyata.

Maka kemudian ada tidaknya tuhan tidak dapat dibuktikan. Kita sampai pada kesimpulan bahwa kita tidak akan pernah memperoleh pengetahuan tentang keberadaan tuhan dan ketidakberadaannya. Tuhan itu ada atau tuhan itu tidak ada kita tidak akan pernah sanggup membuktikannya. Inilah kritik Immanuel Kant tentang keberadaan tuhan sejauh yang saya pahami.


Orang Yang Membunuh Tuhan Itu Bukan Saya Tapi Nietzsche

Unknown | 09.58 | 0 komentar

Mendengar nama Nietzsche, ingatan kita langsung dibawa ke sosok filsuf yang dengan lantang meneriakkan kematian tuhan. Requiem Aeternam Deo! (semoga tuhan beristirahat dalam kedamaian abadi). Pemberontakan Nietzsche tersebut telah membuat gempa bumi dahsyat di Eropa, karena menyerang akar kultur barat (tradisi Yudeo-Kristiani). Sebuah gempa dahsyat yang getarannya masih terasa sampai sekarang.


Persoalannya sekarang, kita perlu memahami mengapa Nietzsche berkeras membunuh tuhan. Filsuf sekaliber beliau pasti memiliki alasan kuat untuk mematikan tuhan.

Dasar bangunan argumentasi ateisme Nietzsche adalah filsafat manusianya. Nietzsche, sperti layaknya humanis-sekuler lainnya, memandang manusia sebagai makhluk yang menempasti posisi khusus dalam tatanan kosmos. Namun demikian, berbeda dengan para filsuf rasionalis, Nietzsche berkeras bahwa kekhususan manusia tidak terletak pada rasionya, melainkan kehendak. Persisnya adalah apa yang disebutnye sebagai kehendak berkuasa.

Konsep Nietzsche tentang kehendak untuk berkuasa berkaitan erat dengan konsep filsafat hidup (lebenphilosophie) tentang hidup. Tradisi filsafat hidup memandang hidup bukan semata-mata proses biologis, melainkan arus yang mengalir, meretas dan tidak tunduk pada apapun yang mematikan gerak hidup. Nietzsche sendiri memandang hidup sebagai insting atas pertumbuhan, kekalahan dan penambahan kuasa. Pendeknya, hidup menurut Nietzsche adalah kehendak untuk berkuasa!

Absennya kehendak kuat untuk berkuasa membuat manusia menjadi lemah, serba takut, serba kalah dan menyerahkan hidupnya untuk diatur oleh berbagai macam pedoman eksternal. Nietzsche mengemukakan konsepnya tentang ideal asketisme. Ideal asketisme adalah idealisasi, sublimasi rasa sakit, benci, dendam, kelemahan dan ketidakberdayaan menjadi suatu yang bermakna supaya lebih bisa ditahan. Nietzsche menyalahkan moralitas kristiani sebagai bentuk ideal asketisme. Demi mempertahankan kedudukannya, Nietzsche melakukan genealogi untuk menelusuri asal usul nilai moral.

Nietzshe mengemukakan bahwa suatu ketika masyarakat terpilah menjadi dua kelas, yaitu budak dan kelas aristokrat. Kelas budak, dalam perspektif Nietzsche, bukanlah kelas tertindas melainkan sekawanan orang yang tak berbakat dan lemah. Miskin dalam stamina, kesehatan, energi, vitalitas, semangat, tidak menarik secara fisikal dan seksual. Serba kekurangan yang membuat hidup mereka menderita dan marah terhadap kemuraman hidup mereka. Mereka kemudian juga benci, cemburu dan dendam terhadap kelas aristokrat yang memiliki apa-apa yang tidak mereka miliki (kesehatan, energi, vitalitas dan lain-lain). Perang terhadap kelas aristokrat tak membawa hasil apa-apa, sampai pada suatu ketika kelas budak menggunakan senjata terakhir mereka: pembalikan niali-nilai. Mereka membalik nilai-nilai aristokrat yang tadinya mereka anggap tinggi menjadi niali-nilai rendah yang akan dibalas tuhan di akhirat. Dendam mereka terhadap kelas tuan terlampiaskan dengan mematok nilai-nilai aristokrat sebagai ‘jahat’. Kelas budak akhirnya berdamai dengan kegagalan, kelemahan, ketakberdayaan mereka dengan meluhurkan semua itu dan meletakkan semua di luarnya sebagai ‘jahat’.

Kemanusiaan yang termiskinkan oleh nilai-nilai melemahkan kelas budak, menurut Nietzsche, sudah saatnya dibongkar. Langkah pertama pembongkaran nilai-nilai budak adalah pembunuhan tuhan sebagai idealisasi rasa benci, dendam ketidakberdayaan kelas budak menghadapi kelas aristokrat. Tuhan adalah pelipur lara kelas budak yang menjamin dendam mereka akan terlampiaskan dengan menghukum yang jahat di akhirat. Tuhan adalah jaminan bagi kelas budak utnuk berdamai dengan kegagalan, kelemahan dan ketakberdayaan, karena semua itu akan tekompensasi oleh hadiah surgawi.

Pembunuhan tuhan sudah tak terelakkan lagi guna mentransvaluasi nilai-nilai dan memunculkan adimanusia (ubermensch) yang afirmatif terhadap hidup dan mengakomodasi kehendak berkuasa sebagai nilai tertinggi. Adimanusia, menurut Nietzsche, akan menggantikan posisi tuhan, karena ia sendiri menentukan yang baik bagi dirinya (suatu peralihan dari ‘kamu harus’ ke ‘saya ingin’). Adimanusia jualah yang nantinya akan menganut amor fati (cinta kasih) dan percaya akan kembalinya secara sama segala sesuatu (eternal recurrene of the same). Amor fati adalah kecintaan akan hidup ini dan ketidaksudian untuk melarikan diri ke dunai akhirat sebagai kompensasi penderitaan di dunia ini. Konsekuansi dari amor fati adalah tiadanya akhirat sebagai keabadian sejati yang mendegradasikan hidup duniawi sebagai kesementaraan tanpa makna, akhirat dimana tuhan akan mengeksekusi yang jahat dan menghadiahi yang baik (versi budak tentu saja).

Ketiadaan tuhan dan akhirat disampaikan Nietzsche lewat gagasanya tentang kembalinya segala sesuatu secara sama. Bahwasanya dunia menjadi bernilai ketika tuhan sudah lenyap; apa pun yang pergi akan kembali lagi, apa pun yang kering akan merekah lagi. Dunia yang kita hidupi sekarang dapat dikatakan sebagai abadi dan divine; sifat-sifat yang tadinya hanya dilekatkan pada tuhan transenden.

Singkatnya tuhan adalah absurd karena melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dia telah mendorong orang untuk takut terhadap hasrat, tubuh, seksualitas mereka sendiri dan mempromosikan moralitas belas kasih yang membuat kita lemah. Tuhan telah lama digunakan untuk mengasingkan manusia dari kemanusiaan melalui tindakan menolak dunia (asketisme)


Dialog Antara Tuhan Dengan Atheis dan Muslim

Unknown | 09.15 | 1 komentar

Suatu hari di akhirat, menghadap seorang Atheis dan seorang Muslim. Tuhan memutuskan untuk memasukkan si Atheis ke surga, dan si Muslim malah dimasukkan ke neraka. Ini tentu saja membuat si Muslim komplain pada Tuhan.

si Muslim : “Tuhan, kenapa Engkau malah menempatkan aku di neraka, bukannya aku hambaMu yang selalu setia, segalanya selalu aku serahkan kepadaMu, selalu membelaMu, dan selalu memohon kepadaMu”?

Tuhan : "Aahhh kamu ini ! bisanya sok-sok an katanya mau membela AKU , kamu tau bahwa AKU bisa membela diri Ku sendiri dan tak perlu harus dibela-bela, AKU sanggup dan Bisa membela Diri KU sendiri , kamu tau apapun yang AKU mau pastilah terlaksana , kamu memang bisanya cuma ngrepotin melulu, sakit bukannya minum obat malah nyuruh AKU yg sembuhin, kau yg banyak utang, suruh AKU yg lunasin. AKU disuruh jadi satpam jaga rumah kamu, sedang kamu enak-enak kan berfoya-foya. Baru ngasih sumbangan 10 ribu aja, AKU diminta balikin rezeki ke kamu 100 juta dan malah minta sebanyak-banyak nya pula . kamu yg enak-enakan bikin anak, AKU lagi yang disuruh pelihara dan bilang kalau AKU yg ngasih anak itu, bilang lagi kalau AKU yg nitipin anak . Kemaren kamu mati gara-gara udah tau darah tinggi, eeeh malah makan sate kambing dan makan duren !!! Sekarang kamu mati, seluruh keluargamu bilang AKU yang manggil kamu. Sekarang kamu ke sini mau apa ? Kamu cuma mau Masuk surga KU kan ? Enak aja" !!

si Muslim : "Kalau aku KAU masuk kan ke neraka, lalu mengapa justru si Atheis KAU masuk kan ke Surga ya Tuhan" ??

Tuhan : "Kamu liat sendiri kan si Atheis! dia nggak pernah ngrepotin AKU. Tiap hari melakukan kebaikan, meski dia gak peduli dengan AKU ini siapa. Hatinya tulus tanpa pamrih semua perbuatan baiknya tak mengharapkan balasan . Ya jelas aku pilih dia daripada kamu yang ngakunya beriman, tapi nggak ngerti apa maunya AKU dan ga bisa melaksanakan perintah-perintah KU ! Percumalah kamu ngaku jadi pengikut KU, tapi nggak pernah jadi orang baek, semua nya perbuatanmu minta pamrih ! kamu benar-benar nggak ada mirip-miripnya utk jadi orang beriman !!! Jadi sorry, tempat kamu bukan di Surga, tapi di Neraka" !!!

si Atheis : "Kalau boleh aku bertanya, bukankah Engkau sendiri ya Tuhan yang telah mengatakan bahwa manusia tidak punya daya selain Engkau yang memberikanya, Enkau juga mengatakan akan mengganti 1 kebaikan dengan berlipat-lipat, terus ada lagi Engkau mengatakan bahwa mati, rizki, jodoh, itu semua adalah sudah ketetapan MU" ??

Tuhan : "ahh siapa bilang manusia nggak punya daya. dia punya otak untuk berpikir, punya mata, kuping, mulut, tangan, kaki, bukan kah manusia bisa melakukan apa saja dengan itu semua. Yang kamu ketahui itu semua adalah klaim manusia untuk meng-kambing hitam-kan kemalasanya sendiri. Padahal AKU sama sekali tidak pernah mengatakan tentang itu semua. Itu kan buatan teman-temanya si Muslim, biar di anggap lebih alim" !!!

Salah Bila Islam Adalah Agama Yang Paling Benar

Unknown | 08.23 | 1 komentar
Saya setuju bahwa Islam benar bagi pemeluknya, seperti juga sikap saya. Karena apa artinya meyakini sesuatu yang tidak kita yakini kebenarannya. Sikap seperti, ini selain ngawur juga bisa dinilai asal. Asal ikut-ikutan. Tidak mengikuti sesuatu dengan pengetahuan dan pemahaman. Tidak berakar pada kesadaran.

Karena agama adalah soal keyakinan, maka kebenaran agama juga bersifat keyakinan. Kebenaran yang bersifat metafisis. Bukan kebenaran ilmiah seperti meyakini bahwa matahari bersinar misalnya. Karena semua orang (kecuali yang buta, itu kasus) akan setuju bahwa matahari itu bersinar. Tapi berbeda dengan agama yang kebenarannya tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Tidak semua orang akan setuju bahwa Islam adalah agama yang benar. Kebenarannya tergantnug pada keyakinan seseorang, meskipun untuk mendukung keyakinan itu juga bisa dibantu atau didukung oleh banyak hal. Tapi inti dari keyakinan tetaplah berangkat dari sebuah sebuah aksioma (dasar, dalil yang dianggap mutlak benar) . Berangkat dari meyakini adanya Tuhan dan utusan yang membawa risalahNya.

Sehubungan dengan Islam, aksiomanya adalah meyakini Allah sebagai Tuhan. Dan meyakini Muhammad sebagai Nabi yang menerima wahyu dari Tuhan. Akan tetapi, karena dasarnya adalah aksioma, tidak semua orang akan meyakininya. Karena orang lain tidak berangkat dari aksioma yang sama. Tidak sama-sama berangkat dari aksioma yang digunakan umat Islam. Misalnya bagi umat Kristen, aksioma mereka lebih kurang adalah bahwa mereka yakin adanya Tuhan Bapa. Dan meyakini Yesus sebagai Tuhan Anak, yang merupakan manifestasi Tuhan Bapa dalam diri manusia. Begitu juga aksioma mereka dengan Roh Kudus.

Belum lagi jika hal ini dihubungkan dengan sikap kaum Atheis. Mereka tidak percaya sama sekali pada segala aksioma. Jika kaum beragama berangkat dari aksioma, kaum Atheis justru berangkat dari titik nol. Mereka menjelajah sesuatu tanpa dasar. Tanpa dogma. Murni memahami segala sesuatu menggunakan indera dan penalaran. Tidak menggunakan keyakinan.

Nah, berdasarkan dari penalaran seperti inilah saya berpendapat bahwa Islam bukanlah agama yang paling benar. Secara psikologi bahasa, secara tersirat pernyataan ini mengklaim hanya Islamlah yang paling benar dan agama lain salah. Dan secara psikologi sosial, pernyataan ini rentan mengundang konflik lintas agama. Karena secara tidak langsung pernyataan ini terkesan mendiskreditkan agama lain.

Saya tidak bermaksud menyudutkan Islam. Tapi ingin memahami persoalan ini dalam relasi antar umat beragama. Dalam etika pergaulan antar umat bergama, khsusnya dalam etika komunikasi antar umat beragama.

Islam benar bagi umatnya sendiri. Tapi di ruang publik, dalam relasi antar pemeluk agama, pernyataan ini menjadi tidak etis. Bagi saya akan lebih etis dan bijak jika digunakan kalimat: Islam benar bagi kami. Islam benar bagi saya. Dan seterusnya.



Mengapa Manusia Menciptakan Tuhan

Unknown | 05.01 | 3 komentar
Sejarah membuktikan pembicaraan tentang Tuhan telah menyita energi manusia sepanjang sejarah kemanusiaan. Sepanjang sejarah kebudayaan.

Sejarah telah mencatat, jutaan nyawa melayang untuk mempertahankan agar Tuhan tetap menang. Agar Tuhan tetap hidup. Manusia saling memperjuangkan agar Tuhan tidak kewalahan.

Tapi Tuhan tak pernah hadir.
Tuhan tak pernah menampakkan diri.
Selain hanya diciptkan manusia dalam hati dan pikirannya.
Dalam imajinasinya.

Kenapa Manusia Menciptakan Tuhan?

Manusia menciptakan Tuhan untuk menjawab naluri rasa takutnya akan misteri hidup yang tak pernah terjawab.

Manusia menciptakan Tuhan untuk melarikan diri dari kebebasannya untuk bertanggung jawab penuh atas segala kelemahan dan keterbatasan dirinya.

Manusia menciptakan Tuhan untuk menghibur dirinya dari kekosongan makna hidup.

Manusia menciptkan Tuhan untuk melepaskan dahaga harapannya akan sesuatu yang ideal. Sesuatu yang sempurna. Dengan kata lain, manusia menciptakan Tuhan karena tidak sanggup menerima kenyataan sebagaimana adanya. Rasa sakit psikologis selalu menghantuinya tanpa ada Tuhan dalam hati dan pikirannya.


Sejak Kapan Tuhan Mati...?

Unknown | 15.14 | 0 komentar
Tuhan sudah mati sejak Kitab Suci telah rampung di turunkan kebumi.

Sejak saat itu yang hidup adalah tafsir-tafsir manusia yang berserakan dimana-mana. Kitab Suci bukan lagi menjadi suara Tuhan, tapi adalah imajinasi-imajinasi manusia yang bebas di deskripsikan dan di praktekan.



Sejak saat itu pula Tuhan tidak lagi punya daya dan kuasa untuk mengendalikan manusia.

klik juga inilah orang yang membunuh Tuhan.


Sudahkah Anda Beriman Tanpa Nalar...?

Unknown | 20.07 | 4 komentar
Beragamalah Islam, karena Islam itu adalah agama yang paling benar di sisi Tuhan.....ini tak boleh dibantah....!!!

Bagaimana jika anda bertanya :

"Lalu bagaimana dengan banyaknya agama-agama dumuka bumi ini, ada Kristen, Budha, Hindu, Konghucu, dll. Belum lagi dengan aliran-aliran agama yang lain...apakah berarti semuanya itu salah"...??? "Bukankah perbedaan itu sudah di gariskan oleh Tuhan"...??? "Berarti semua yang beda-beda itu juga benar di sisi Tuhan dong"...???

Stop..!!!
Jangan bertanya tentang itu semua, karena anda akan di cap Kafir, itu dosa besar...!!!

Percayalah Al-qur'an itu adalah kitab suci dari Tuhan yang ber isi tentang ajaran kebenaran.....ini juga tidak boleh dibantah....!!!

Bagaiman jika anda bertanya :
"Benarkah Al-qur'an itu dari Tuhan?kan hanya nabi Muhammad yang tahu. Bukankah Al-qur'an itu hasil produksi dari imajinasi orang Arab"?

Stop...!!!
Jangan dilanjutkan lagi pertanyaanya, karena anda akan di cap sebagai orang Sesat, itu juga dosa besar..!!!

Tiada Tuhan yang wajib di sembah selain Allah...jangan di bantah lagi...!!!

Lalu bagaimana jika anda masih bertanya "Loh, bukanya Tuhan itu adalah ada karena di ciptakan oleh manusia, karena atas ketidak berdayaan manusia menjelaskan alasan dibalik semua fenomena yang ada di dunia ini"...?

Hei Stop....!!!
Sudah saya bilang anda jangan bertanya macam-macam, semakin banyak yang anda tanyakan semakin banyak pula yang akan anda ketahui, nanti anda akan pintar....

Ketahuilah....Beragama itu tidak boleh pintar....!!!