Akhirnya Saya Tahu Tuhan Sedang Apa...!!

Unknown | 14.48 | 0 komentar
Sering kali saya berpikir Tuhan sedang apa sekarang ya?

Kalau yang pernah saya dapat dari cerita para guru-guru saya, bahwa Tuhan lah yang telah menciptakan dan mengatur semua yang ada di alam jagad raya ini..


Tuhan menciptakan bumi dengan segala isinya.....

Tuhan menciptakan manusia...menentukan kapan manusia lahir....menentukan seperti apa nasibnya...menentukan siapa jodohnya...menentukan kapan dia mati....

Tuhan juga menciptakan surga dan neraka yang kelak di huni oleh manusia-manusia ciptaanya setelah dia mati...

Tuhan juga yang menyuruh orang-orang pilihanya sebagai nabi untuk menyerukan kepada umat manusia agar senantiasa patuh menyembah kepadanya....

Selain itu Tuhan juga menciptakan setan yang dia suruh untuk membujuk umat manusia agar senantiasa mengabaikan Tuhan....

Diahir kisah Tuhan pula yang akan membinasakan seluruh alam jagad raya ciptaanya ini beserta isinya....manusia yang patuh menyembahnya akan dia masukan kedalam surganya dan manusia yang tidak menyembahnya akan Tuhan masukkan kedalam neraka....

Banyak sekali sebenarnya yang telah diceritakan kepada saya...sampai saya lupa untuk mengingatnya....

Dari banyak cerita itu ahirnya saya sedikit tahu sedang apa Tuhan saat ini.....

Anda ingin tahu juga ya...?


Karena saat ini Tuhan sedang kesepian dalam kesendirianya....hingga dia ciptakan alam dan manusia untuk menghiburnya......




Kuliah Studi Antar Agama (Wajib Baca Untuk STAIN - IAIN)

Unknown | 19.44 | 0 komentar
Ini bukan hasil penelitian ilmiah. Tapi adalah hasil pengamatan Nazie Anaz melalui pengalaman pribadinya. Baik yang dia amati melalui kajian agama dalam kuliah, seminar, atau yang dijumpai pada buku-buku agama, VCD, maupun dialog, debat dan diskusi antar agama.

Studi antar agama itu omong kosong?

Karena sejauh pengamatan saya, studi antar agama adalah dalam rangka mencari kelemahan agama lain dan ujung-ujungnya membenarkan agama sendiri. Sikap dasar pengkaji atau penceramah studi antar agama adalah mencari pembanding betapa agama yang diyakininya jauh lebih baik dan lebih benar dari agama lain. Dengan landasan itulah mereka mulai menguliti sebuah agama.

Dari mana saya tahu sikap mereka demikian?

Ya tentu saja saya tidak bisa melihat hatinya. Tapi dari apa yang mereka lontarkan, maka secara psikologis itu adalah proyeksi dari sikap mereka. Misalnya:

Jika mereka seorang Islam, sebagai contoh, rata-rata mereka bersikukuh mengkritik bahwa Yesus itu bukan Tuhan. Lebih kurang mereka berdalih:

“Mana mungkin Tuhan bisa mati. Dan mana mungkin Tuhan bisa tiga. Apa tidak lucu. Masak Tuhan punya anak. Kalau begitu berarti Tuhan juga punya isteri. Jika diyakini bahwa Yesus mati di tiang salib dalam rangka menebus dosa asal manusia, itu kan sama artinya bahwa manusia tidak otonom dengan segala kediriannya. Manusia tidak bisa memperbaiki dirinya sendiri untuk lebih baik. Seolah-olah manusia adalah robot yang sudah terprogram jelek sejak azalinya, yaitu sejak Adam tergelincir dosa di surga. Sehingga untuk itu Tuhan turun ke bumi melalui Yesus untuk membersihkannya, sebagai juru selamat bagi seluruh umat manusia.

Itu adalah pandangan yang tidak benar. Itu sebabnya dalam Islam, Tuhan itu hanya Satu. Tidak beranak dan tidak diperanakan. Dan tidak ada manusia yang menjadi Tuhan seperti Yesus. Dan setiap manusia akan menanggung dosanya sendiri. Dan dialah yang bisa memperbaiki dirinya sendiri. Tidak ada istilah dosa asal dan surat pengampunan dosa.

Inilah kelebihan agama kita Islam. Agama yang sudah dijamin langsung kebenarannya oleh Tuhan. Agama yang benar disisi Tuhan hanyalah Islam.”

Jika mereka seorang Kristiani, rata-rata mereka menyimpan kebencian terselubung pada Islam. Kebencian terpendam yang tidak bisa diekspresikan secara bebas karena mereka merasa tertindas secara sosial oleh hegemoni umat Islam sebagai mayoritas. Akibatnya, mereka bersikeras mengkritik bahwa Islam adalah agama yang mengada-ada. Alquran itu duplikasi dari Alkitab yang dimodifikasi oleh Muhammad. Dengan segala tradisi primitif budaya Arab.

Islam itu memang agama yang mengajarkan kebencian. Kebencian yang disebarkan dengan pedang. Alquran sendirilah yang menghasut umatnya untuk berbuat demikian. Dan siapa yang melakukannya bahkan diberi julukan sebagai pejuang atau para sahid yang dipuji Tuhan. Sehingga mereka akan dihadiahi para bidadari di sorga. Selain itu, Muhammad itu juga seorang gila seks. Dia memliki banyak gundik yang bisa ditidurinya dengan enteng. Dengan alasan bahwa dia dibolehkan Tuhan untuk mengawini banyak perempuan yang disukainya.

Hanya manusia yang tidak menggunakan akal yang akan mengaminkan ajaran kasar dan primitife demikian.

Itulah kelebihan ajaran Kristiani. Yesus tidak datang membunuh manusia. Tapi dia mati berdarah di tiang salib demi kemanusiaan seluruh umat manusia. Dia berkorban untuk keselamatan umat manusia. Menjadi juru selamat. Jangankan penggila seks, Yesus mati dalam keadaan tidak menyentuh seorang wanita pun. Begitulah pengorbanannya untuk kita semua.

Atau satu lagi dari umat Islam ketika mengkaji agama Buddha.
Rata-rata mereka akan mengatakan:

Buddha itu bukan agama. Tapi adalah sebuah ajaran Sidharta Gauthama. Hasil pemikiran dia sendiri yang diagungkan oleh penganutnya. Karena itu, Buddha itu tidak bisa dijadikan petunjuk kebenaran Karena kebenaran yang datang dari manusia itu semu. Karena manusia dipenuhi oleh hawa nafsu. Akibatnya manusia akan mudah terjebak untuk menyembah hawa nafsunya sendiri. Menuhankan akalnya sendiri.

Sedang Islam, bukan agama buatan manusia. Islam adalah agama langit. Agama yang langsung diturunkan oleh Tuhan. Tentu saja Tuhanlah yang lebih tahu bagaimana sebaiknya manusia berbuat dalam hidupnya. Karena Tuhanlah yang menciptakan manusia. Jadi itulah kelebihan Islam dibanding Buddha.

Secara gamblang, itulah beberapa contoh yang paling umum dan paling banyak menjadi inti kritik dalam kajian antar agama. Yang menjadi persoalan adalah, apa manfaatnya kajian yang demikian? Bagi saya pribadi: TIDAK ADA! Selain hanya memupuk sikap sektarianisme dan fanatisme.

Pantas, isu SARA menjadi larangan di Indonesia. Pantas debat lintas agama hanya berakhir dengan debat kusir tiada ujung. Karena sikap para peserta diskusi bukan dalam rangka mengkaji. Bukan dalam rangka studi perbandingan. Bukan dalam rangka mengeksplorasi watak atau kunci Teologis antar agama. Tapi adalah sikap apologetis dan antipati. Meskipun dilandasi dengan beberapa argumen, tapi pada akhirnya endingnya tetap pada sikap dalam rangka membanding-bandingkan, untuk akhirnya membenarkan agama sendiri.

Lalu adakah jalan keluar?

Tentu saja ada. Jalan keluarnya bagi saya adalah, bersikap seperti seorang atheis atau agnostik. Yaitu membawa sikap tanpa pretensi. Sikap berjarak secara psikologis dengan objek kajian. Semua peserta membuka pakaiannya. Melepaskan iman selama studi dan diskusi berlangsung. Semua, secara bersama-sama memperlakukan topik agama sebagai objek kajian yang netral. Menyimpan sikap sensitif apalagi perasaan terluka secara psikologis ketika setiap agama ditelanjangi secara argumentatif.

Hanya dengan cara itulah studi antar agama akan berarti. Yaitu mencari pemaknaan yang lebih optimal dan mencerahkan untuk semua pihak. Untuk nilai-nilai kemanusiaan, moralitas dan spiritualitas yang Universal. Bukan sikap apologetik yang sektarian.

Dengan sikap itulah baru layak seseorang mengaku sebagai seorang Islamolog atau Kristolog misalnya. Tapi jika tidak, jika hanya seperti contoh diatas, julukan sebagai Islamolog atau Kristolog ganti saja dengan istilah para apolog, yaitu para pecundang yang hanya berambisi atau mabuk untuk membenarkan agama sendiri dengan cara menyalahkan agama lain.




Ter-Nyata Tuhan Itu Tidak Nyata

Unknown | 03.06 | 1 komentar

Dalam konteks keyakinan, keberadaan Tuhan jarang dipersoalkan. Karena diyakini Tuhan tidak bisa bahkan tidak boleh dipikirkan. Namun dalam konteks pemikiran, keberadaan Tuhan justru menjadi objek kajian yang mengundang banyak perdebatan, sehingga muncul keragaman pemahaman tentang Tuhan, baik yang mengakui maupun yang menolak keberadaan Tuhan. Bertrand Russel, seorang pemikir Inggris Abad-20, dalam buku kumpulan essaynya Russel on Relligion (Greenspan dan Andersson), mengajukan sejumlah kritik tentang dalil yang lazim menjadi dasar keberadaan Tuhan.

Pertama, dalil kemaslahatan sosial. Inti dari pandangan ini adalah bahwa kepercayaan pada Tuhan sangat penting karena mengingat kebutuhan manusia akan kehidupan yang lebih baik. Diperlukan adanya suatu Zat yang mengatur seluruh gerak dan laku kehidupan agar tidak terjadi kekacauan. Dalam sitilah lain, hal ini berfungsi sebagai katup pengaman dalam interaksi sosial. Russel menilai argumen ini sangat memalukan, karena kepercayaan kepada Tuhan berangkat dari kebutuhan kehidupan duniawi kita. Meskipun, dalam batas tertentu, kepercayaan pada Tuhan bisa menimbulkan kemaslahatan etis dan sosial, namun hal itu bukan berarti telah membuktikan bahwa Tuhan itu ada.
Terlalu sederhana untuk menjadikan kebutuhan akan rasa nyaman untuk meyakini keberadaan Tuhan.

Bagi Russel, hal ini tidak hanya bertentangan secara logika, namun juga merugikan secara moral, karena dasar dari moral adalah kejujuran. Seseorang akhirnya bisa berhenti berbuat baik jika tidak ada alasan yang meyakinkan untuk melakukannya. Bahkan, dengan keyakinan tertentu, seseorang bisa melakukan tindakan yang tidak bermoral terhadap orang lain yang tidak melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keyakinannya. Ia akan menjadi seorang penuntut. Karena itu, Russel menyimpulkan bahwa iman adalah suatu kejahatan, karena dengan iman seseorang mempercayai sesuatu yang tidak meyakinkan, lalu kemudian menilai orang lain berdasarkan ukuran yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan.


Kedua, dalil kemahakuasaan dan kemahabaikan Tuhan. Diyakini bahwa Tuhan mengatur kehidupan dengan kekuasaan yang dimilikinya. Dan dibalik setiap apa yang dilakukan Tuhan adalah untuk kebaikan kehidupan. Tetapi Russel menilai bahwa keyakinan ini sama sekali tidak terbukti. Betapa banyak bencana dan kejahatan yang terjadi dalam kehidupan. Betapa banyak orang yang terlahir dalam keadaan tidak menguntungkan dan kemudian juga mengalami nasib buruk. Memang sebagian orang mendapatkan kehidupan yang baik, namun tetap juga banyak yang mendapatkan kehidupan sebaliknya. Artinya kenyataan membuktikan bahwa kehidupan penuh dengan kekurangan, kejahatan disamping juga kebaikan.

Russel kemudian bertanya: “Lalu dimana letak kemahabaikan Tuhan? Kenapa ia tidak menjadikan kehidupan ini sepenuhnya baik?” Agama menjawab, bahwa bencana dan penderitaan tidak bisa dijadikan dasar untuk menyanggah kebaikan Tuhan. Semua itu terjadi karena dosa manusia. Tetapi Russel balik bertanya: “Bagaimana mungkin seorang bayi yang menderita suatu penyakit sudah pernah berbuat dosa?” Dijawab lagi bahwa itu karena dosa orang tuanya.

Bukannya menjadi semakin jelas, jawaban ini bagi Russel justru semakin membingungkan. Ia melihat, sama sekali tidak ada penjelasan yang meyakinkan antara kebaikan dan keburukan dalam hubungannya dengan Tuhan yang mahabaik dan mahakuasa. Bagaimana mungkin Tuhan yang mahakuasa justru tidak kuasa menghilangkan cacat dari ciptaannya? Kenyataannya, berbagai dinamika kehidupan berlangsung begitu saja dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tanpa pernah memihak pada apapun. Lalu dimana Tuhan yang diyakini mahakuasa beritndak mengatur kehidupan agar tetap berjalan ke arah yang lebih baik, sesuai dengan sifatnya sebagai pencipta kebaikan?


Siapa Suruh Anda Ber-Tuhan..?

Unknown | 23.18 | 0 komentar

Awalnya........ saya berpikir, siapa yang telah menyuruh saya untuk berTuhan...?

Apakah Tuhan sendiri yang telah menyuruh saya...

Jika Tuhan yang telah menciptkan saya dan yang telah mengatur garis hidup saya, lalu mengapa Tuhan masih harus repot menyuruh saya untuk mengakui keberadaanya. Sampai-sampai harus membuat skenario dengan mendelegasikan puluhan orang-orang sebagai nabi utusan-Nya untuk membujuk saya. Dan menurunkan ayat-ayat berisi kenikmatan surga sebagai hadiah bila saya mengimaninya. Atau ayat-ayat berisi siksa neraka sebagai ancaman bila saya tidak mengakui keberadaanya.

Padahal......... mudah sekali untuk membuat saya mengakui keberadaan Tuhan, tanpa harus ada skenario panjang seperti yang telah dibuat Tuhan, yaitu dengan cara menghilangkan akal saya, dengan begitu saya akan berhenti berpikir untuk menyangsikan keberadaan-Nya.

Lalu.......... apakah Tuhan telah melakukan kesalahan dengan memberi saya akal hingga saya berpikiran seperti ini...?

Tapi........ masak sih Tuhan keliru...

Akhirnya........ siapa yang suruh anda ber-Tuhan.....???