Orang Yang Membunuh Tuhan Itu Bukan Saya Tapi Nietzsche

Unknown | 09.58 | 0 komentar

Mendengar nama Nietzsche, ingatan kita langsung dibawa ke sosok filsuf yang dengan lantang meneriakkan kematian tuhan. Requiem Aeternam Deo! (semoga tuhan beristirahat dalam kedamaian abadi). Pemberontakan Nietzsche tersebut telah membuat gempa bumi dahsyat di Eropa, karena menyerang akar kultur barat (tradisi Yudeo-Kristiani). Sebuah gempa dahsyat yang getarannya masih terasa sampai sekarang.


Persoalannya sekarang, kita perlu memahami mengapa Nietzsche berkeras membunuh tuhan. Filsuf sekaliber beliau pasti memiliki alasan kuat untuk mematikan tuhan.

Dasar bangunan argumentasi ateisme Nietzsche adalah filsafat manusianya. Nietzsche, sperti layaknya humanis-sekuler lainnya, memandang manusia sebagai makhluk yang menempasti posisi khusus dalam tatanan kosmos. Namun demikian, berbeda dengan para filsuf rasionalis, Nietzsche berkeras bahwa kekhususan manusia tidak terletak pada rasionya, melainkan kehendak. Persisnya adalah apa yang disebutnye sebagai kehendak berkuasa.

Konsep Nietzsche tentang kehendak untuk berkuasa berkaitan erat dengan konsep filsafat hidup (lebenphilosophie) tentang hidup. Tradisi filsafat hidup memandang hidup bukan semata-mata proses biologis, melainkan arus yang mengalir, meretas dan tidak tunduk pada apapun yang mematikan gerak hidup. Nietzsche sendiri memandang hidup sebagai insting atas pertumbuhan, kekalahan dan penambahan kuasa. Pendeknya, hidup menurut Nietzsche adalah kehendak untuk berkuasa!

Absennya kehendak kuat untuk berkuasa membuat manusia menjadi lemah, serba takut, serba kalah dan menyerahkan hidupnya untuk diatur oleh berbagai macam pedoman eksternal. Nietzsche mengemukakan konsepnya tentang ideal asketisme. Ideal asketisme adalah idealisasi, sublimasi rasa sakit, benci, dendam, kelemahan dan ketidakberdayaan menjadi suatu yang bermakna supaya lebih bisa ditahan. Nietzsche menyalahkan moralitas kristiani sebagai bentuk ideal asketisme. Demi mempertahankan kedudukannya, Nietzsche melakukan genealogi untuk menelusuri asal usul nilai moral.

Nietzshe mengemukakan bahwa suatu ketika masyarakat terpilah menjadi dua kelas, yaitu budak dan kelas aristokrat. Kelas budak, dalam perspektif Nietzsche, bukanlah kelas tertindas melainkan sekawanan orang yang tak berbakat dan lemah. Miskin dalam stamina, kesehatan, energi, vitalitas, semangat, tidak menarik secara fisikal dan seksual. Serba kekurangan yang membuat hidup mereka menderita dan marah terhadap kemuraman hidup mereka. Mereka kemudian juga benci, cemburu dan dendam terhadap kelas aristokrat yang memiliki apa-apa yang tidak mereka miliki (kesehatan, energi, vitalitas dan lain-lain). Perang terhadap kelas aristokrat tak membawa hasil apa-apa, sampai pada suatu ketika kelas budak menggunakan senjata terakhir mereka: pembalikan niali-nilai. Mereka membalik nilai-nilai aristokrat yang tadinya mereka anggap tinggi menjadi niali-nilai rendah yang akan dibalas tuhan di akhirat. Dendam mereka terhadap kelas tuan terlampiaskan dengan mematok nilai-nilai aristokrat sebagai ‘jahat’. Kelas budak akhirnya berdamai dengan kegagalan, kelemahan, ketakberdayaan mereka dengan meluhurkan semua itu dan meletakkan semua di luarnya sebagai ‘jahat’.

Kemanusiaan yang termiskinkan oleh nilai-nilai melemahkan kelas budak, menurut Nietzsche, sudah saatnya dibongkar. Langkah pertama pembongkaran nilai-nilai budak adalah pembunuhan tuhan sebagai idealisasi rasa benci, dendam ketidakberdayaan kelas budak menghadapi kelas aristokrat. Tuhan adalah pelipur lara kelas budak yang menjamin dendam mereka akan terlampiaskan dengan menghukum yang jahat di akhirat. Tuhan adalah jaminan bagi kelas budak utnuk berdamai dengan kegagalan, kelemahan dan ketakberdayaan, karena semua itu akan tekompensasi oleh hadiah surgawi.

Pembunuhan tuhan sudah tak terelakkan lagi guna mentransvaluasi nilai-nilai dan memunculkan adimanusia (ubermensch) yang afirmatif terhadap hidup dan mengakomodasi kehendak berkuasa sebagai nilai tertinggi. Adimanusia, menurut Nietzsche, akan menggantikan posisi tuhan, karena ia sendiri menentukan yang baik bagi dirinya (suatu peralihan dari ‘kamu harus’ ke ‘saya ingin’). Adimanusia jualah yang nantinya akan menganut amor fati (cinta kasih) dan percaya akan kembalinya secara sama segala sesuatu (eternal recurrene of the same). Amor fati adalah kecintaan akan hidup ini dan ketidaksudian untuk melarikan diri ke dunai akhirat sebagai kompensasi penderitaan di dunia ini. Konsekuansi dari amor fati adalah tiadanya akhirat sebagai keabadian sejati yang mendegradasikan hidup duniawi sebagai kesementaraan tanpa makna, akhirat dimana tuhan akan mengeksekusi yang jahat dan menghadiahi yang baik (versi budak tentu saja).

Ketiadaan tuhan dan akhirat disampaikan Nietzsche lewat gagasanya tentang kembalinya segala sesuatu secara sama. Bahwasanya dunia menjadi bernilai ketika tuhan sudah lenyap; apa pun yang pergi akan kembali lagi, apa pun yang kering akan merekah lagi. Dunia yang kita hidupi sekarang dapat dikatakan sebagai abadi dan divine; sifat-sifat yang tadinya hanya dilekatkan pada tuhan transenden.

Singkatnya tuhan adalah absurd karena melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dia telah mendorong orang untuk takut terhadap hasrat, tubuh, seksualitas mereka sendiri dan mempromosikan moralitas belas kasih yang membuat kita lemah. Tuhan telah lama digunakan untuk mengasingkan manusia dari kemanusiaan melalui tindakan menolak dunia (asketisme)


Dialog Antara Tuhan Dengan Atheis dan Muslim

Unknown | 09.15 | 1 komentar

Suatu hari di akhirat, menghadap seorang Atheis dan seorang Muslim. Tuhan memutuskan untuk memasukkan si Atheis ke surga, dan si Muslim malah dimasukkan ke neraka. Ini tentu saja membuat si Muslim komplain pada Tuhan.

si Muslim : “Tuhan, kenapa Engkau malah menempatkan aku di neraka, bukannya aku hambaMu yang selalu setia, segalanya selalu aku serahkan kepadaMu, selalu membelaMu, dan selalu memohon kepadaMu”?

Tuhan : "Aahhh kamu ini ! bisanya sok-sok an katanya mau membela AKU , kamu tau bahwa AKU bisa membela diri Ku sendiri dan tak perlu harus dibela-bela, AKU sanggup dan Bisa membela Diri KU sendiri , kamu tau apapun yang AKU mau pastilah terlaksana , kamu memang bisanya cuma ngrepotin melulu, sakit bukannya minum obat malah nyuruh AKU yg sembuhin, kau yg banyak utang, suruh AKU yg lunasin. AKU disuruh jadi satpam jaga rumah kamu, sedang kamu enak-enak kan berfoya-foya. Baru ngasih sumbangan 10 ribu aja, AKU diminta balikin rezeki ke kamu 100 juta dan malah minta sebanyak-banyak nya pula . kamu yg enak-enakan bikin anak, AKU lagi yang disuruh pelihara dan bilang kalau AKU yg ngasih anak itu, bilang lagi kalau AKU yg nitipin anak . Kemaren kamu mati gara-gara udah tau darah tinggi, eeeh malah makan sate kambing dan makan duren !!! Sekarang kamu mati, seluruh keluargamu bilang AKU yang manggil kamu. Sekarang kamu ke sini mau apa ? Kamu cuma mau Masuk surga KU kan ? Enak aja" !!

si Muslim : "Kalau aku KAU masuk kan ke neraka, lalu mengapa justru si Atheis KAU masuk kan ke Surga ya Tuhan" ??

Tuhan : "Kamu liat sendiri kan si Atheis! dia nggak pernah ngrepotin AKU. Tiap hari melakukan kebaikan, meski dia gak peduli dengan AKU ini siapa. Hatinya tulus tanpa pamrih semua perbuatan baiknya tak mengharapkan balasan . Ya jelas aku pilih dia daripada kamu yang ngakunya beriman, tapi nggak ngerti apa maunya AKU dan ga bisa melaksanakan perintah-perintah KU ! Percumalah kamu ngaku jadi pengikut KU, tapi nggak pernah jadi orang baek, semua nya perbuatanmu minta pamrih ! kamu benar-benar nggak ada mirip-miripnya utk jadi orang beriman !!! Jadi sorry, tempat kamu bukan di Surga, tapi di Neraka" !!!

si Atheis : "Kalau boleh aku bertanya, bukankah Engkau sendiri ya Tuhan yang telah mengatakan bahwa manusia tidak punya daya selain Engkau yang memberikanya, Enkau juga mengatakan akan mengganti 1 kebaikan dengan berlipat-lipat, terus ada lagi Engkau mengatakan bahwa mati, rizki, jodoh, itu semua adalah sudah ketetapan MU" ??

Tuhan : "ahh siapa bilang manusia nggak punya daya. dia punya otak untuk berpikir, punya mata, kuping, mulut, tangan, kaki, bukan kah manusia bisa melakukan apa saja dengan itu semua. Yang kamu ketahui itu semua adalah klaim manusia untuk meng-kambing hitam-kan kemalasanya sendiri. Padahal AKU sama sekali tidak pernah mengatakan tentang itu semua. Itu kan buatan teman-temanya si Muslim, biar di anggap lebih alim" !!!

Salah Bila Islam Adalah Agama Yang Paling Benar

Unknown | 08.23 | 1 komentar
Saya setuju bahwa Islam benar bagi pemeluknya, seperti juga sikap saya. Karena apa artinya meyakini sesuatu yang tidak kita yakini kebenarannya. Sikap seperti, ini selain ngawur juga bisa dinilai asal. Asal ikut-ikutan. Tidak mengikuti sesuatu dengan pengetahuan dan pemahaman. Tidak berakar pada kesadaran.

Karena agama adalah soal keyakinan, maka kebenaran agama juga bersifat keyakinan. Kebenaran yang bersifat metafisis. Bukan kebenaran ilmiah seperti meyakini bahwa matahari bersinar misalnya. Karena semua orang (kecuali yang buta, itu kasus) akan setuju bahwa matahari itu bersinar. Tapi berbeda dengan agama yang kebenarannya tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Tidak semua orang akan setuju bahwa Islam adalah agama yang benar. Kebenarannya tergantnug pada keyakinan seseorang, meskipun untuk mendukung keyakinan itu juga bisa dibantu atau didukung oleh banyak hal. Tapi inti dari keyakinan tetaplah berangkat dari sebuah sebuah aksioma (dasar, dalil yang dianggap mutlak benar) . Berangkat dari meyakini adanya Tuhan dan utusan yang membawa risalahNya.

Sehubungan dengan Islam, aksiomanya adalah meyakini Allah sebagai Tuhan. Dan meyakini Muhammad sebagai Nabi yang menerima wahyu dari Tuhan. Akan tetapi, karena dasarnya adalah aksioma, tidak semua orang akan meyakininya. Karena orang lain tidak berangkat dari aksioma yang sama. Tidak sama-sama berangkat dari aksioma yang digunakan umat Islam. Misalnya bagi umat Kristen, aksioma mereka lebih kurang adalah bahwa mereka yakin adanya Tuhan Bapa. Dan meyakini Yesus sebagai Tuhan Anak, yang merupakan manifestasi Tuhan Bapa dalam diri manusia. Begitu juga aksioma mereka dengan Roh Kudus.

Belum lagi jika hal ini dihubungkan dengan sikap kaum Atheis. Mereka tidak percaya sama sekali pada segala aksioma. Jika kaum beragama berangkat dari aksioma, kaum Atheis justru berangkat dari titik nol. Mereka menjelajah sesuatu tanpa dasar. Tanpa dogma. Murni memahami segala sesuatu menggunakan indera dan penalaran. Tidak menggunakan keyakinan.

Nah, berdasarkan dari penalaran seperti inilah saya berpendapat bahwa Islam bukanlah agama yang paling benar. Secara psikologi bahasa, secara tersirat pernyataan ini mengklaim hanya Islamlah yang paling benar dan agama lain salah. Dan secara psikologi sosial, pernyataan ini rentan mengundang konflik lintas agama. Karena secara tidak langsung pernyataan ini terkesan mendiskreditkan agama lain.

Saya tidak bermaksud menyudutkan Islam. Tapi ingin memahami persoalan ini dalam relasi antar umat beragama. Dalam etika pergaulan antar umat bergama, khsusnya dalam etika komunikasi antar umat beragama.

Islam benar bagi umatnya sendiri. Tapi di ruang publik, dalam relasi antar pemeluk agama, pernyataan ini menjadi tidak etis. Bagi saya akan lebih etis dan bijak jika digunakan kalimat: Islam benar bagi kami. Islam benar bagi saya. Dan seterusnya.



Mengapa Manusia Menciptakan Tuhan

Unknown | 05.01 | 3 komentar
Sejarah membuktikan pembicaraan tentang Tuhan telah menyita energi manusia sepanjang sejarah kemanusiaan. Sepanjang sejarah kebudayaan.

Sejarah telah mencatat, jutaan nyawa melayang untuk mempertahankan agar Tuhan tetap menang. Agar Tuhan tetap hidup. Manusia saling memperjuangkan agar Tuhan tidak kewalahan.

Tapi Tuhan tak pernah hadir.
Tuhan tak pernah menampakkan diri.
Selain hanya diciptkan manusia dalam hati dan pikirannya.
Dalam imajinasinya.

Kenapa Manusia Menciptakan Tuhan?

Manusia menciptakan Tuhan untuk menjawab naluri rasa takutnya akan misteri hidup yang tak pernah terjawab.

Manusia menciptakan Tuhan untuk melarikan diri dari kebebasannya untuk bertanggung jawab penuh atas segala kelemahan dan keterbatasan dirinya.

Manusia menciptakan Tuhan untuk menghibur dirinya dari kekosongan makna hidup.

Manusia menciptkan Tuhan untuk melepaskan dahaga harapannya akan sesuatu yang ideal. Sesuatu yang sempurna. Dengan kata lain, manusia menciptakan Tuhan karena tidak sanggup menerima kenyataan sebagaimana adanya. Rasa sakit psikologis selalu menghantuinya tanpa ada Tuhan dalam hati dan pikirannya.