Sejarah Perjalanan Tuhan

Unknown | 10.47 | 0 komentar
Pada awalnya Tuhan berbentuk berhala

Tuhan berhala adalah Tuhan yang berwujud inderawi, baik yang sudah ada wujudnya di alam maupun yang dibuat sendiri oleh manusia. Yang sudah ada di alam adalah Tuhan berupa matahari, angin, api, gunung dan sebagainya. Sedang Tuhan berhala buatan manusia adalah berupa patung. Baik yang dibuat dari batu, semen, adonan kue maupun dari tanah liat.


Tuhan-tuhan berhala ini adalah Tuhan yang menyebalkan. Apapun doa dan permintaan hambanya tak pernah dijawab. Mereka diam saja. Bahkan diruntuhkan kembali bentuknya oleh manusia, tuhan tuhan ini tidak melawan. Dengan kata lain, Tuhan berhala ini tidak mempunyai kredibilitas sebagai Tuhan. Akibatnya, semakin manusia berpikir, maka tuhan berhala ini mulai disingkirkan dan akhirnya manusia membuat Tuhan baru.

Kemudian Tuhan berupa kumpulan Imajiner

Tuhan imajiner adalah Tuhan yang dibuat manusia dalam imajinasinya. Dalam pikirannya. Dalam khayalannya. Akibatnya, Tuhan menjadi tidak seragam. Walaupun sebagian manusia berkomplot, menulis rumusan Tuhan standar yang sudah diakui secara bersama-sama. Tapi meskipun sudah dibakukan dengan tinta dan kertas detail tentang Tuhan, tapi dalam imajinasi pemeluknya, dalam penghayatan masing-masing individu, tetap saja Tuhan mereka tidak sama. Tergantung pada kedalaman imajinasi mereka masing-masing. Tergantung pada kebutuhan dan harapan masing-masing penyembahnya.

Jika manusia lemah, maka dikatakannya Tuhan Maha Kuat. Jika manusia mulai kuat, maka dibayangkannya Tuhan Maha Baik. Tapi jika hidupnya selalu kacau dan menderita, maka dibayangkannya Tuhan Maha Penguji Kesabaran. Singkatnya Tuhan menjadi seperti karet yang selalu ditarik-ulur sesuai kondisi dan harapan manusia. Tuhan menjadi proyeksi oleh manusia itu sendiri.

Setelah itu Tuhan pun Mati

Setelah lelah mengukir Tuhan sedemikian rupa dalam pikirannya, dalam imajinasinya, dalam angan-angannya, dalam utopianya, maka akhirnya manusiapun merasa kelelahan. Mereka mencapai klimaks imajinasinya. Manusia merasa mual dengan Tuhan ciptaannya sendiri. Akhirnya semua Tuhan Tuhan imajiner itu dibunuhnya. Mereka campakkan segala pembicaraan tentang Tuhan. Karena mereka sadar, bahwa semua yang mereka bayangkan dan mereka katakan tentang Tuhan, tak lebih dari hanya kumpulan rongsokan imajinasi metafisis. Dibuat sendiri lalu diyakini sendiri.


Manusia Tidak di Perkenankan ber-Akal Oleh Tuhan

Unknown | 00.22 | 0 komentar
Sepertinya ada dua pilihan ekstrem bagi manusia. Mempercayai akalnya atau mempercayai Tuhan. Jika manusia mempercayai Tuhan maka dia harus menolak akalnya. Jika manusia mempercayai akalnya maka manusia harus menolak Tuhan.


Dua hal ini, Tuhan dan akal, tidak bisa tinggal satu rumah dalam diri manusia.

Manusia yang mempercayai Tuhan, meskipun mereka mengaku berpikir, tapi pikirannya adalah kata lain dari perasaan. Dengan kata lain adalah rasionalisasi untuk pembenaran. Untuk membela perasaannya. Agar perasaannya tentang Tuhan tampak masuk akal.

Akal, jika dia benar-benar hidup dan berfungsi, bukanlah untuk mempercayai. Tapi adalah untuk mempertanyakan segala sesuatu. Yang mempercayai adalah pekerjaan hati, pekerjaan perasaan. Itu sebabnya perasaan tidak bisa dibiarkan melajur sendiri. Karena perasaan seperti kuda liar tanpa kompas. Tapi akal, bagaikan mahkota kejayaan manusia. Melebihi prestasi segala mahkluk. Karena akallah adanya kebudayaan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan tidak pernah memliki kebudayaan. Belum pernah sejarah mencatat ada satu Universitas pun didirikan oleh spesies hewan yang paling cerdas sekali pun.

Akal, adalah mata air kecemerlangan. Gudang inspirasi sepanjang zaman. Karena akal, manusia merubah wajah kehidupan. Karena akal manusia sampai ke bulan. Karena akal manusia mengerti apa artinya kebaikan. Karena akal manusia mengerti apa artinya persaudaraan antar sesama manusia dan lingkungan hidupnya.

Tapi ketika manusia sudah keracunan akan kepercyaan pada Tuhan, maka akal menjadi tidur dan mati. Hingga konflik dan pertengkaran atas nama Tuhan menjadi halal. Hingga darah dan nyawa manusia menjadi kehilangan arti. Demi Tuhan yang tak pernah jelas dan real dalam kenyataan.

baca juga Iman Tanpa Nalar di klik saja.



Kritik Immanuel Kant Tentang Keberadaan Tuhan

Unknown | 09.24 | 2 komentar
Menurut Kant, pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama yaitu pengalaman pancaindra dan pemahaman akal budi (rasio). Pengalaman yang diperoleh melalui pancaindra kita kemudian diolah oleh pemahaman rasio kita dan menghasilkan pengetahuan. Itu sebabnya pengetahuan manusia selalui bersifat apriori dan aposteriori secara bersamaan. Tanpa pengalaman indrawi maka pengetahuan hanyalah konsep-konsep belaka, tetapi tanpa pemahaman rasio pun pengalaman indrawi hanya merupakan kesan-kesan pancaindra belaka yang tidak akan sampai pada keseluruhan pengertian yang teratur yang menjadikannya sebagai sebuah pengetahuan.



Pengetahuan bermula dari pengalaman pancaindra yang kemudian diolah oleh pemahaman rasio untuk menghasilkan sebuah pengetahuan yang menyeluruh dan teratur. Oleh sebab itu, maka segala sesuatu yang tidak bisa dialami oleh pancaindra tidak bisa dijadikan sebagai sumber pengetahuan, tetapi hanya sebagai sebuah hipotesis belaka.

Maka objek-objek seperti tuhan tidak bisa dibuktikan kebenarannya dan ketidakbenarannya karena tuhan berada di luar jangkauan pancaindra. Kita tidak akan pernah bisa mendapatkan pengetahuan tentang tuhan sejauh apa pun kita berusaha (agnostisisme).

Dari dasar inilah kemudian Kant menolak argumentasi-argumentasi yang mencoba membuktikan keberadaan tuhan.

Argumentasi pertama yang ditolak oleh Kant adalah argumentasi fisika-teologis. Menurut argumen ini, fakta di alam semesta membuktikan bahwa segala sesuatu itu memiliki keterarahan akan tujuan tertentu. Ada sebuah tatanan yang rapi di alam semesta yang menyebabkan alam semesta ini seperti telah ada yang mengatur. Semua makhluk hidup di alam semesta tidak ada begitu saja melainkan seakan-akan memiliki tujuan (telos) akhir. Dan tujuan akhir (causa finalis) dari semua keterarahan ini adalah menuju kepada tuhan, maka tuhan itu ada.

Dengan tegas Kant menolak argumen ini. Menurut Kant, pembuktian melalui data-data empiris secara teoritis tidak sah. Keterarahan yang dijadikan dasar pijakan argumen fisika teologis tidak secara langsung bisa membuktikan bahwa tuhan itu ada. Menurutnya; yang bisa disimpulkan dari argumen itu adalah adanya arsitek dunia yang aktivitasnya mungkin dibatasi oleh kapasitas makhluk padanya arsitek itu bekerja, dan bukan kreator dunia yang kepadanya segala sesuatu tunduk.

Argumen kedua yang ditolak oleh Kant adalah argumen kosmologis. Argumen ini didasarkan pada kontigensi di alam semesta (kosmos). Kontigensi artinya kemungkinan untuk ada atau tidak ada. Tetapi pada kenyataannya alam semesta ini ada, padahal alam semesta mungkin saja tidak ada. Oleh sebab itu maka alam semesta menjadi tidak niscaya alias kontigen. Karena alam semesta itu tidak niscaya pasti ia bergantung pada sesuatu yang niscaya, yang niscaya adalah tuhan. Maka tuhan itu ada.

Kant juga menolak argumen kosmologis ini. Menurut Kant, adalah benar sesuatu yang tidak niscaya (kontigen) pasti bergantung pada sesuatu yang niscaya. Akan tetapi, argumen ini hanya berlaku pada objek-objek indrawi saja. Tuhan adalah objek supraindrawi (tidak bisa diamati oleh pancaindra). Alam semesta adalah objek indrawi dan alam semesta bergantung pada objek yang supraindrawi (tuhan) adalah tidak sah secara logis. Argumen ini tidak serta merta membuktikan tuhan itu ada.

Sedangkan argumen ketiga yang juga ditolak adalah argumen ontologis. Argumen ontologis berpijak pada konsep tuhan sebagai entitas yang mahasempurna. Oleh karena tuhan mahasempurna itu berarti tuhan itu ada, karena apabila tuhan tidak ada maka tuhan tidak mahasempurna. Oleh sebab tuhan mahasempurna, maka tuhan ada.

Lagi-lagi Kant juga menolak argumentasi ini. Menurut Kant, esensi tidak dengan sendirinya menyertakan eksistensi. Ide atau konsep tentang sesuatu (seperti tuhan itu mahasempurna) tidak dengan sendirinya terkandung eksistensinya. Di dalam otak saya, saya berpikir bahwa saya mempunyai uang 100 juta. Pikiran saya itu nyata adanya, tetapi tidak berarti saya secara nyata memiliki uang 100 juta. Menurut Kant, kita tidak dapat menderivasikan (menurunkan) realitas dari konsep. Konsep saya mempunyai uang 100 juta tidak serta merta menjadikan saya memiliki uang 100 juta walaupun konsep tentang saya memiliki uang 100 juta itu benar adanya. Begitu pula konsep tuhan mahasempurna tidak serta merta menjadikan tuhan itu ada secara nyata.

Maka kemudian ada tidaknya tuhan tidak dapat dibuktikan. Kita sampai pada kesimpulan bahwa kita tidak akan pernah memperoleh pengetahuan tentang keberadaan tuhan dan ketidakberadaannya. Tuhan itu ada atau tuhan itu tidak ada kita tidak akan pernah sanggup membuktikannya. Inilah kritik Immanuel Kant tentang keberadaan tuhan sejauh yang saya pahami.