Saya Sekarang Telah Kafir

Unknown | 06.46 | 5 komentar
Seringkali saya mendengar dan membaca dalam forum-forum diskusi atau dalam obrolan sehari-hari yang membahas tentang agama, aliran kepercayaan ataupun membahas tentang Tuhan, biasanya muncul statemen-statemen dari seseorang yang meng-kafir-kan atau menyesatkan pendapat orang lain.

Saya sebenarnya sangat jengah sekali mendengarnya, karena statemen meng-kafir-kan tersebut muncul hanya karena pendapat atau gagasan seseorang tersebut dipandang nyeleneh atau berbeda dari mayoritas yang dipahami oleh orang banyak. Kenapa mudah sekali seseorang mengeluarkan kata-kata kafir pada pandangan orang lain yang berbeda.? Apakah setelah meng-kafir kafir-kan orang lain berarti dirinya itu lebih mulia atau lebih benar dari orang lain.?

Dari fenomena tersebut, tergelitik niat saya untuk mencari tahu tentang apa arti kata "kafir" itu. Dan tidak terlalu susah untuk menemukan jawaban dari keingintahuan saya, karena saya hanya tinggal mengetikkan kata "arti kata kafir" di Google. Maka akan muncul ratusan tulisan yang membahas tentang arti kata kafir tersebut.

Kafir itu berasal dari bahasa arab Kafara     كفر     yang artinya adalah Menutupi. Lalu kalau dalam bahasa Inggris adalah Cover yang berarti  Penutup.

Ternyata dari arti kata tersebut, kata "kafir" dapat dipakai untuk memaknai apa saja yang berhubungan dengan arti penutup atau menutupi. Contohnya, Petani itu disebut juga Kafir. Mengapa,? Karena dia telah menutupi lahan sawahnya dengan tanaman. Penjahit itu adalah Kafir. Mengapa,? Karena dia adalah pembuat pakaian sebagai penutup tubuh. Malam itu disebut juga kafir. Mengapa,? Karena dia telah menutupi terang dengan kegelapan. Begitu juga laut bisa disebut kafir, karena telah menutupi tanah dengan air.

Jadi, kafir tidak selalu berkonotasi dengan kesesatan. Karena, apabila saya telah menutup aib teman saya, maka saya adalah kafir. Apabila saya telah menutupi ketidak-tahuan saya dengan membaca atau bertanya, maka saya adalah kafir.

Untuk itu marilah kita Kafir-kan diri kita dengan ke-Kafiran yang bermanfaat. Dan semoga Tuhan menerimah ke-Kafiran kita ini sebagai amal ibadah.



Mengapa Saya Berhenti Berdo'a Pada Tuhan

Unknown | 15.21 | 5 komentar
Pada saat itu permasalahan datang pada saya, lalu kemudian saya segera bergegas mengambil air wudhu' lalu menengadahkan tangan dan berdo'a.....

Mulailah saya mengawali do'a saya. "Dengan menyebut namaMu ya Tuhan........." tapi saya terhenti sejenak dan berfikir, "mengapa nama Tuhan saya panggil-panggil,? memangnya Tuhan tidak mendengar saya,? bukankah Tuhan maha Mendengar,!!" Sejak saat itu saya berhenti memanggil-manggil nama Tuhan.


Saya coba melanjutkan do'a saya. "HambaMu ini sedang mendapatkan permasalahan ya Tuhan............" sejenak do'a saya terhenti lagi, "mengapa saya mesti menceritakan masalah saya pada Tuhan,? bukankah Tuhan maha Mengetahui,? tentunya Tuhan sudah tahu apa yang telah terjadi pada saya". Sejak saat itu saya berhenti mengeluh pada Tuhan.

Tapi saya masih coba melanjutkan. "Tolonglah hambaMu ini Tuhan............." lagi-lagi do'a saya terhenti, saya berfikir, "ahh...mengapa saya mesti meminta-minta pada Tuhan, bukankah Tuhan maha Bijaksana, tentunya Dia sudah tahu siapa-siapa saja hambanya yang sedang mendapatkan permasalahan, dan tentu saja tanpa diminta Tuhan sudah tahu apa yang harus Dia lakukan". Sejak saat itu juga saya berhenti meminta-minta pada Tuhan.

Saya kira, bukankah hanya dengan menengadahkan tangan dan berdo'a, permasalahan saya akan tetap saja bila saya sendiri tidak berusaha menyelesaikanya. Apakah Tuhan akan melunasi permasalahan hutang saya? Apakah Tuhan akan memperbaiki komputer saya yang rusak? Apakah Tuhan akan turun untuk menyuntik saya agar sakit saya sembuh?

Sejak pada saat itu ketika permasalahan datang, saya hanya berusaha menyelesaikanya. Ketika saya sakit, saya hanya berusaha memeriksakanya dan segera meminum obat, tidak lagi dengan do'a. Ketika saya sedang terlilit dengan masalah hutang, saya berusaha bekerja keras untuk melunasinya, tidak lagi dengan do'a. Ketika komputer saya rusak, saya hanya berusaha memperbaiki kerusakanya, tidak lagi dengan do'a.

Sejak saat itulah saya berhenti untuk berdo'a pada Tuhan.


Jika Tuhan Itu Ada, Pasti Manusia Tidak Sepintar Sekarang

Unknown | 19.25 | 15 komentar
Hati-hati membaca tulisan ini. Karena tulisan ini bukanlah hasil karya penelitian ilmiah, bukan pula hasil ijtihad para ulama. Tapi hanyalah pendapat saya pribadi. Jadi sebaiknya gunakan nalar anda tanpa membawa-bawa iman.

Maksud dari judul saya diatas adalah, karena saya sudah sangat bosan mendengar jawaban-jawaban peng-khotbah agama tentang segala sesuatu itu disebabkan oleh Tuhan. Apakah tidak ada jawaban lain selain itu..? Atau karena kita memang sudah malas untuk berpikir, malas belajar, atau malas untuk mencari tahu..?

Sekarang kita bisa tahu bahwa Stunami itu adalah kejadian gempa bumi atau runtuhnya lempengan bumi yang berada di dasar laut hingga mengakibatkan air laut terhempas ke darat. Semakin besar lempengan bumi yang runtuh, maka volume air yang terhempas ke darat akan semakin besar pula, bahkan bisa sampai menimbulkan korban. Seperti Stunami yang pernah terjadi di Aceh. Dari mana kita tahu penjelasan tentang stunami itu.? Penjelasan itu diperoleh dari para ilmuwan yang telah melakukan penelitian tentang kejadian tersebut. Lalu mengapa mereka melakukan itu.? Karena mereka tidak percaya bahwa Stunami itu adalah bentuk murka Tuhan seperti yang telah dijawab oleh peng-khotbah agama.

Bayangkan seandainya mereka percaya begitu saja bahwa Stunami adalah bentuk murka Tuhan, mungkin sekarang tidak akan pernah tahu Stunami itu apa. Sebabnya apa. Daerah mana saja yang saat ini rentan terjadi gempa bumi hingga rawan menimbulkan Stunami. Hingga, cara apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya korban bila gempa atau Stunami datang.

Itu baru satu hal. Bayangkan juga seandainya manusia percaya begitu saja jika sakit itu adalah karena Tuhan sedang menghukum manusia. Mungkin kita tidak akan pernah tahu apa itu penyakit demam, penyakit malaria, penyakit kanker, dan penyakit lainya. Mungkin kita tidak pernah tahu apa obatnya, bagaimana mencegahnya. Banyak lagi hal-hal yang lain. Bayangkan seandainya manusia percaya begitu saja bahwa semua fenomena yang terjadi di alam ini adalah karena Tuhan, mungkin selamanya manusia akan tetap bodoh.

Mulai sekarang marilah kita berhenti mengganggu Tuhan dengan membawa-bawanya untuk menjelaskan semua itu. Biarkan Tuhan nyaman di singgasananya, karena Tuhan memang tidak mengerti apa-apa dengan klaim-klaim manusia yang malas untuk berpikir, malas mencari tahu dan belajar.


Menelan Pil Racun Alqur'an

Unknown | 03.12 | 0 komentar

Alquran bagi orang yang percaya adalah kalam Tuhan yang diaminkan tanpa tanya. Tanpa mereka ingin tahu apa itu Alquran yang sebenarnya. Siapa yang menulisnya. Benarkah Tuhan yang membisikan ayat demi ayat Alquran. Atau hanya semacam karya bersama kaum elitis Arab yang ingin menguasai peradaban.


Lalu mengapa saya mengatakan Alquran adalah Pil.?

Karena kebanyakan umat Islam memang menganggap Alquran seperti Pil.
Mereka menjadikan Alquran sebagai rumus ajaib yang siap telan, yang dengan Alquran mereka merasa sudah bisa menebas segala persoalan. Kenapa mereka meyakini demikian? Karena Alquran dianggap kalam yang berisi jawaban-jawaban Tuhan atas segala permasalahan yang ada di dunia ini.


Mereka menelan mentah-mentah Alqur'an tanpa tahu Apa buktinya bahwa Alquran adalah kalam Tuhan? Kalau Alquran memang iya adalah kalam Tuhan, Lalu bagaimana membuktikan bahwa ayat-ayat Alquran itu benar-benar asli memang dari Tuhan? Bila mengetahui keaslian Alquran itu dari Muhammad yang telah menyatakannya demikian. Lalu bagaimana membuktikan bahwa Muhammad memang menerima wahyu (firman) dari Tuhan?.

Itu baru dari sisi ontentifikasi. Baru kritik originalitas. Belum lagi masuk ke sisi konten atau isinya. Apakah pesan dari ayat demi ayat dalam Alquran itu memang layak diyakini? Bagaimana dengan ayat-ayat yang menghasut kebencian antar umat manusia antar golongan dan antar agama? Benarkah totalitas Alquran layak dianggap sebagai kitab yang memberi pencerahan bagi kemanusiaan secara global? Jika dijawab ya kenapa umumnya sikap intoleransi dan anarkisme umat Islam berakar dari keyakinan mereka pada Alquran?

Karena Alquran telah ditelan bulat-bulat inilah yang menjadikan Alquran seperti pil racun yang menjalar keseluruh peredaran saraf dan merusak nalar otak umat Islam.
  

Mengapa Tuhan Tidak Perlu Di Buktikan..?

Unknown | 20.42 | 4 komentar
Saat saya sedang duduk-duduk santai di sebuah warung kopi biasa, dihadapan saya ada 2 orang yang sedang berdiskusi sengit. Saya rasa anda juga perlu menyimak debat seru antara Sesatun dan Muslimun tentang bukti ada dan tidak adanya Tuhan berikut ini.

Sesatun : Mana yang anda sebut bukti Tuhan itu ada mana?

Muslimun :
Alam ini kan bukti adanya Tuhan. Apa anda tidak lihat bagaimana menganggumkannya sistem alam ini?

Sesatun :
Itu bukan bukti. Itu pengandaian. Anda harus bedakan bukti dengan pengandaian. Kalau bukti itu seperti saya melihat anda sekarang. Saya bisa lihat anda. Saya bisa raba. Saya bisa dengar suara anda. Bahkan saya bisa tampar mulut anda yang sok tahu itu.

Muslimun :
Lho kalau bisa dilihat dengan panca indra mana mungkin. Namanya juga Tuhan. Tuhan itu ghaib.

Sesatun :
Dari mana anda tahu bahwa Tuhan itu ghaib?

Muslimun :
Ya dari Kitab Suci.

Sesatun :
Dari mana anda tahu Kitab Suci itu benar.

Muslimun :
Dari Tuhan.

Sesatun :
Anda kok muter-muter sih. Jawaban anda itu bukan membuktikan akan tetapi keyakinan. Kalau yang namanya bukti itu tidak ada urusannya dengan keyakinan. Contohnya sekarang. Apa ada yang menolak bahwa anda tidak ada? Walaupun mereka beragama atau tidak. Asal mereka bisa lihat anda, itu sudah terbukti bahwa anda ada.

Muslimun :
Okey. Sekarang saya mau tanya. Mungkinkah ada sesuatu tanpa ada yang menciptakannya? Mungkinkah alam ini tidak ada yang menciptakannya?

Sesatun:
Tidak mungkin.

Muslimun :
Nah terbukti kan?

Sesatun :
Alam ini bukan bukti adanya Tuhan. Anda saja yang mengandaikan adanya Tuhan. Anda percaya alam ini ada yang menciptkan, tapi anda tidak menemukan siapa yang menciptakanya, jadi anda mengandaikan, kira-kira Tuhan lah yang menciptakan alam ini.

Muslimun :
Huh, anda ini pintar sekali berkelit-kelit.

Sesatun :
Siapa yang pintar berkelit. Anda sendiri yang mutar-mutar bicara ke sana kemari. Padahal sederhana kok masalahnya. Kalau tidak ada buktinya ya kenapa tidak kita akui saja dengan jujur. Selesai kan masalahnya?

Muslimun :
Tapi bagaimana dengan para ahli yang menemukan ilmu pengetahuan alam yang kejadiannya sama persis dengan isi Kitab Suci? Padahal jauh sebelum penemuan itu sudah ada dinyatakan dalam kitab suci?

Sesatun :
Anda ini bagaimana sih. Yang mereka temukan itu kan ilmu pengetahuan, bukan Tuhan. Coba anda tunjukan mana contohnya bukti adanya Tuhan yang mereka temukan.

Muslimun :
Itu pertemuan dua air laut yang airnya saling tidak bisa melewati atau saling mengalir ke lawannya masing-masing. Padahal itu air laut tidak ada batasnya seperti dinding. Apa tidak aneh?

Sasatun :
Aneh ya aneh. Tapi apa hubungannya dengan adanya Tuhan?

Muslimun :
Jauh sebelumnya hal itu kan sudah dinyatakan dalam Kitab Suci. Terbuktikan bahwa Tuhan itu ada!

Sesatun :
Apanya yang terbukti. Terbukti ada kecocokan antara kejadian itu dengan Kitab Suci itu iya. Tapi tidak ada hubungannya dengan Tuhan?

Muslimun :
Ya itulah tanda keajaibannya. Kitab suci itu dari Tuhan. Dan terbukti kebenarannya dengan adanya penemuan seperti itu. Nah, itukan suatu bukti bahwa Tuhan ada?

Sesatun :

Anda ini terlalu mengada-ngada. Terlalu menyiksa diri. Itu namanya keyakinan. Karena adanya hal-hal menakjubkan seperti itu lalu anda kagum. Takjub. Rasa takjub itu membuat imajinasi anda meloncat secara vertical: “O .. pasti ada Tuhan nih. Penemuan itu juga cocok dengan ktab suci. Tidak mungkin tidak ada Tuhan nih”. Nah, itu kan bukan bukti. Itu pengandaian anda. Keyakinan anda. Kalau bukti ya bukti. Masak anda tidak bisa bedakan antara bukti dengan keyakinan.

Muslimun :
Anda selalu menarik-nariknya pada apa yang bisa dijangakau panca indra.

Sesatun :
Yang namanya bukti itu kan mesti di nampakkan, kalau tidak bisa ya sudah.

Muslimun :
Anda pernah merasa rindu pada seseorang?

Sesatun :
Sering. Apa masalahnya?

Muslimun :
Nah rasa rindu itu kan juga tidak bisa dilihat. Tidak bisa dijangkau dengan panca indra. Tapi dia ada kan?

Sesatun :
Betul dia ada. Saya tidak menolaknya. Karena saya memang merasakannya dalam diri saya. Walaupun itu tidak dengan panca indra. Lalu hubunganya dengan Tuhan?

Muslimun :
Nah, Tuhan walaupun tidak nampak tapi itu bisa kita rasakan dalam hati?

Sesatun :
Apa ukurannya bahwa yang saya rasakan itu adalah Tuhan? Coba anda jelaskan.

Muslimun :
Ya, ada rasa yakin dalam diri anda bahwa Tuhan itu ada.

Sesatun :
Nah, yakin kan? Anda bilang keyakinan. Bukan bukti kan?

Muslimun :
Ya yang anda rasakan dalam hati itulah buktinya.

Sesatun :
Anda ini kok mutar-mutar sih. Tadi sudah saya tanya. Apa buktinya bahwa yang dirasakan dalam hati itu adalah Tuhan. Tanda-tanda Tuhan maksudnya?

Muslimun :

Ya hati itu kan yang bisa merasakan kehadiran Tuhan?

Sesatun:
Kehadiran Tuhan? Kok anda tahu bahwa yang hadir itu adalah Tuhan? Jangan-jangan itu adalah setan, hantu, dedemit?

Muslimun :
Astaghfirullah...!!! Anda ini benar-benar orang kafir yang sesat.!!!

Sesatun :
Apakah orang beriman itu harus sering-sering mengkafirkan dan menyesatkan orang lain, seperti anda ini.? Kenapa tidak diakui saja memang tidak ada bukti. Selesai kan? Setelah itu apakah anda akan tetap meyakini adanya Tuhan atau tidak, itu sudah soal berikutnya.